Ribuan Rumah Tidak Layak Huni

CIKOLE – Hingga menjelang akhir tahun 2017 ini, jumlah rumah warga di Kota Sukabumi yang kondisinya masuk dalam kategori tidak layak huni atau disingkat rutilahu mencapai 4.415 unit.

Angka tersebut jauh lebih kecil dibandingkan data rutilahu dua tahun sebelumnya sebanyak 4.600 unit.

Bacaan Lainnya

Penyusutan jumlah rumah tidak layak huni itu dipengaruhi oleh program perbaikan rumah yang dibiayai pemerintah daerah setempat serta Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) yang gulirkan oleh Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang Perumahan Kawasan Pemukiman dan Pertanahan (DPUPRPKP2) Kota Sukabumi Asep Irawan menyebutkan sudah beberapa tahun terakhir ini rutilahu yang diperbaiki oleh pemda jumlahnya sangat terbatas.

Hal tersebut disebabkan ketidak-mampuan keuangan daerah dalam mengalokasikan anggaran perbaikan rumah.

“Hampir setiap tahunnya biaya perbaikan rutilahu yang bisa ditanggung oleh keuangan daerah hanya bisa menanggung paling banyak 50 rumah. Selama ini pemerintah daerah lebih mengandalkan program BSPS dari lembaga kementrian,” ungkapnya kepada Radar Sukabumi.

Pada tahun 2017 ini, Pemda Kota Sukabumi telah mengalokasikan anggaran perbaikan untuk 45 rutilahu. Di luar dari jumlah tersebut, sebanyak 222 unit rutilahu juga akan diperbaiki dengan menggunakan kucuran dana dari Pemprov Jawa Barat.

Asep Irawan memastikan jumlah rutilahu di Kota Sukabumi ini akan terus menyusut. Terutama di tahun 2018 mendatang tingkat penurunannya bisa mencapai 25% dari jumlah rutilahu saat ini. Hal tersebut menyusul adanya penambahan kuota perbaikan rutilahu yang diberikan Kementrian PUPR kepada Kota Sukabumi.

Pada tahun ini, program BSPS hanya ditujukan untuk perbaikan 100 unit rutilahu. Sementara pada tahun 2018 nanti, jumlah rutilahu yang menjadi target perbaikan melalui bantuan stimulan kementrian naik bertambah menjadi 1.100 unit.

“Kalau bicara masalah  penyelesaian penanganan rutilahu, saya kira rutilahu itu tidak akan pernah selesai. Kenapa? Karena di luar data base yang resmi memenuhi syarat, mungkin masih banyak juga yang lainnya. Syarat mendapatkan bantuan perbaikan rutilahu itu tanahnya harus milik sendiri, bukan berstatus kontrakan dan tidak berada di bantaran rel atau di bantaran sungai,” paparnya.

Namun demikian pihaknya tetap menargetkan penyelesaian yang tercatat dalam database tentunya pasti ada.

Namun jika sudah diselesaikan, maka dinas akan mencari lagi rumah-rumah yang perlu diperbaiki di lapangan.

Asep menyebutkan di Kota Sukabumi wilayah yang banyak ditemukan rutilahu itu berada di perkotaan, seperti di Kecamatan Citamiang atau di Kecamatan Cikole.

“Saking padatnya, warga berlomba-lomba mencari rumah murah. Tanah sejengkal pun akan dimanfaatkan,” ungkapnya.

Dalam hal ini, penanganan rutilahu tidak hanya dilakukan pemerintah saja. Beberapa lembaga lainnya pun memiliki program sama, seperti Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), kelompok masyarakat, termasuk dari dana CSR korporasi.

Sementara itu Kepala Bidang Perumahan dan Permukiman Agus Ramdhan Darojatun menjelaskan perbaikan rutilahu tak bisa sepenuhnya mengandalkan APBD Kota Sukabumi dengan alasan keterbatasan.

Karena itu, usulan bantuan perbaikan rutilahu perlu dukungan dari provinsi maupun pusat. Mengingat aggaran Sukabumi kecil.

Sedangkan kebutuhan dari tahun ke tahun besar.

Namun upaya untuk mendapatkan bantuan dari provinsi maupun pusat mendapatkan respons positif. Satu di antaranya tahun depan kucuran BSPS dari Kementerian PUPR untuk Kota Sukabumi bertambah menjadi 1.100 unit.

Ini tentunya bisa menutupi kekurangan anggaran perbaikan dari APBD Kota Sukabumi.

Untuk 2018, dari BSPS yang reguler sebanyak 800 unit dan strategis kita mendapatkan 300 unit. Untuk yang BSPS strategis belum ditentukan kapan waktu pelaksanaannya.

Agus juga memastikan bantuan tersebut akan tersebar di tujuh kecamatan.
Tapi sejauh ini Ahmad belum bisa memastikan kelurahan mana saja yang akan mendapatkannya.

Karena BSPS itu nantinya tergantung kesiapan swadaya dari masyarakat.

“Pada program BSPS ini yang menentukan titik lokasinya sepenuhnya berasal dari Kementerian PUPR yang didasari data yang diperoleh menggunakan sistem terpadu,” bebernya. (cr11/t)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *