Calon Mahasiswa Penerima Beasiswa ITCC-Jawa Pos Merajut Mimpi di Tiongkok

Pilih Siswa yang Punya Keseimbangan Otak Kiri-Kanan

Dari 360 penerima beasiswa Indonesia Tiongkok Culture Center (ITCC)-Jawa Pos, SMA Nahdlatul Ulama (SMANU) 1 Gresik adalah salah satu sekolah yang mengirimkan perwakilan terbanyak.

Bacaan Lainnya

Tahun ini ada 19 siswa yang dikirim untuk studi di Tiongkok.

Aris Imam M., Gresik

Wajah Nur Hanif Dailani, 18, dan Ainul Yaqin, 18, begitu bahagia. Dua pemuda itu sudah tak sabar segera berangkat menimba ilmu di Negeri Panda. Bagi keduanya, bisa mengikuti program tersebut bagaikan sebuah cita-cita yang terkabul. ”Semua sudah siap. Tinggal menunggu jadwal keberangkatan,” kata Hanif saat ditemui Jawa Pos Sabtu lalu (9/9).

Hanif menyatakan, keberhasilannya meraih beasiswa itu adalah bagian dari cita-citanya keluar dari zona nyaman. ”Sebab, salah satu tantangan manusia adalah bisa hidup di luar lingkungan asal. Kita bisa belajar berinteraksi dengan bangsa lain,” tutur Hanif yang bakal berkuliah di Zhejiang University of Technology.

Lain lagi Ainul Yaqin. Niat besarnya belajar di Tiongkok tak lepas dari keinginan untuk melaksanakan apa yang diajarkan Nabi Muhammad SAW. ”Beliau mengatakan, tuntutlah ilmu hingga ke sana (Tiongkok).

Makanya, saya ingin melaksanakan. Karena saya yakin, ada sesuatu yang istimewa di sana,” ujar calon mahasiswa Guilin University of Electronic Technology itu.

Meski bakal hidup jauh dari keluarga, keduanya sudah siap lahir dan batin.

Di sana mereka tak khawatir sendirian. Sebab, ternyata banyak siswa asal SMANU 1 yang menimba ilmu di sana. Rata-rata mereka adalah peserta program rutin ITCC-Jawa Pos. ”Jadi, kami tak khawatir sendirian,” katanya.

Keberhasilan SMANU 1 mengantarkan siswa-siswanya meraih beasiswa tak lepas dari buah kerja keras panjang. Sekolah itu sudah lama menjalin kerja sama dengan kampus-kampus luar negeri serta dengan ITCC-Jawa Pos.

”Karena itu, kami sangat berterima kasih dan mengapresiasi program ini,” kata Kepala SMANU 1 Gresik M. Nasihuddin.

Dia menceritakan, sekolah yang dipimpinnya tersebut mulai menjalin kerja sama dengan lembaga pendidikan luar pada 2013. Dengan difasilitasi ITCC-Jawa Pos, SMANU telah membuat MoU dengan 22 universitas di tujuh negara. Lewat kerja sama itu, SMANU 1 diberi kesempatan mengirim siswanya untuk melanjutkan pendidikan di mancanegara.

”Awalnya cukup banyak persyaratan yang harus dipenuhi, terutama terkait kemampuan siswa. Harus ada beberapa tes yang dilalui,” ungkapnya.

Namun, seiring rutinnya jalinan kerja sama tersebut, akhirnya kampus-kampus itu memberikan kemudahan. Siswa yang hendak dikirim cukup mendapat rekomendasi dari sekolah. ”Makanya, sejak awal kami yakin siswa-siswa kami bisa diterima,” katanya.

Meski demikian, untuk mengirimkan siswanya belajar ke luar negeri, pihak sekolah tetap melakukan seleksi. SMANU 1 punya metode khusus untuk mengetahui layak tidaknya lulusannya bisa mengikuti program tersebut.

Apa itu? Nasihuddin menceritakan, yang jadi acuan bukan hanya kemampuan akademis. Yang juga dilihat adalah kemampuan otak kanan mereka. Mulai perilaku, bakat, hingga cara mereka berinteraksi.

”Intinya, kami memilih siswa yang memiliki keseimbangan antara otak kanan dan kiri,” ucapnya.

Soal bahasa, persiapan itu sudah dilakukan dari dulu. Sebab, SMANU menerapkan pembelajaran bahasa asing di tiap-tiap kelas. Mulai bahasa Inggris, Prancis, hingga Mandarin.

Bahkan, khusus untuk bahasa Mandarin, SMANU memberlakukan sertifikasi di tiap semester untuk mengukur kemampuan bahasa tiap siswa. ”Kami beri nama Standard Mandarin Examination Test (SMET),” katanya.

Nasihuddin berharap seluruh siswa yang berhasil belajar di luar negeri bisa tinggal lama di sana. ”Bahkan, saya selalu mendorong mereka agar jangan pulang dulu meski lulus. Sebisa mungkin lanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi,” tuturnya.

Sementara itu, belajar di Tiongkok juga bak mimpi bagi Syadza Ulima Azalia Khair. Tapi, saat mendapat kesempatan belajar di sana, dara kelahiran Tarakan, 3 Januari 2001, tersebut harus merelakan asa yang sudah diraih. ”Sebenarnya saya sudah diterima di fakultas kedokteran (FK), tinggal menunggu kuliah,” katanya kemarin.

Caca –sapaan karibnya– merupakan satu di antara 360 calon mahasiswa penerima beasiswa ITCC-Jawa Pos untuk kuliah di Tiongkok. Sejak kecil dia mendambakan bisa menjadi dokter.

Tapi, Caca tidak pernah membayangkan akan berkuliah di luar negeri. Ketika pendaftaran penerimaan beasiswa ITCC-Jawa Pos dibuka, dia sudah dinyatakan diterima sebagai mahasiswa FK di sebuah kampus di Jakarta.

Seleksi sudah dilewati. Uang pangkal pun sudah dibayar: Rp 150 juta. Pokoknya, dia tinggal menunggu jadwal kuliah.

Saat itu Caca juga sudah dinyatakan lolos seleksi masuk Universitas Trisakti Jakarta. Dia masuk peringkat pertama daftar calon mahasiswa yang lolos seleksi jurusan manajemen bisnis internasional.

Tapi, pendiriannya berubah saat membaca informasi pengumuman beasiswa di Tiongkok melalui media massa. Dia langsung tertarik. ”Saya minta restu ke orang tua. Saya disuruh menjalani,” ucapnya. Caca pun memilih meninggalkan FK di kampus Jakarta.

Saat mendaftar, prosesnya tidak rumit. Perempuan yang sudah memiliki nama Tiongkok Zhang Li Sha itu diterima di Fakultas Kedokteran Hubei University of Arts and Science. Kampus tersebut berada di Kota Xiangyang, Provinsi Hubei.

Bagaimana uang pangkal yang Rp 150 juta? Untungnya, uang itu tidak hangus seluruhnya. Hubei University bersedia mengirimkan surat pernyataan ke kampus di Jakarta yang sudah menerimanya. Surat tersebut berisi pernyataan bahwa Caca sudah diterima di Tiongkok. Akhirnya uang Rp 150 juta tidak hangus seluruhnya.

”Hangus Rp 30 juta,” katanya. Sisanya dikembalikan ke Caca.
Lulusan International Islamic High School (IIHS) Jakarta itu merasa kesempatan berkarir di dunia internasional semakin terbuka. Sebab, ijazah yang akan diterima setelah belajar di Tiongkok diakui secara internasional.

Bahkan, kampus tersebut sudah bekerja sama dengan sejumlah negara. Meski belum memulai kuliah, dia sudah berencana mengambil pendidikan spesialis di Tiongkok. Dia ingin menjadi spesialis kandungan. ”Nanti saya siap mengabdi di mana pun di Indonesia,” tegasnya.

Lain lagi cerita Endrudi Pancaran. Pria asal Wonosobo, Jawa Tengah, itu memang berusaha mati-matian untuk bisa masuk ke FK. Lulusan SMA Negeri 7 Purworejo tersebut sudah mengikuti seleksi masuk di tujuh kampus. Enam kampus negeri, satu kampus swasta. Tapi, tidak ada satu pun yang menerimanya.

”Untuk diterima kan banyak pertimbangannya. Uang pangkal termasuk,” katanya.
Nah, pada 1 Juli lalu, temannya menginformasikan adanya peluang beasiswa kuliah di Tiongkok. Temannya itu memberikan nomor perempuan yang belum dikenal. Dari sambungan telepon tersebut, Endru –sapaannya– diharuskan sudah berada di Surabaya pada 3 Juli. Dia pun menyanggupi. ”Saya sempat ragu. Ini benar enggak,” kenangnya.

Pada hari itulah remaja yang memiliki nama lain Wang Ze Ming tersebut tiba di Surabaya. Tak disangka, ternyata pada hari itu juga dia harus menetap di Surabaya karena ada proses yang harus diikuti. Dia sangat bersyukur bisa lolos menjadi calon mahasiswa yang dapat melanjutkan studi di Tiongkok.

Putra pasangan Ahmadi dan Sugiarti tersebut akan belajar kedokteran di Shanxi Medical University, di Kota Shanxi, Provinsi Taiyuan. Meski tidak pernah membayangkan sebelumnya, dia menyimpulkan, belajar di Tiongkok sangat menarik.

Sesudah menamatkan kuliah kedokteran, dia telah berancang-ancang mengambil spesialis kandungan. Juga di Tiongkok. ”Saya sangat ingin mendalami ilmu kandungan. Saya ada di dunia ini karena jasa ibu,” tuturnya. (Dilengkapi Eko Priyono/c9/oki)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *