Kampus Berinovasi dan Menyesuaikan

JAKARTA – Revolusi industri 4.0 dengan sifat disrupsinya bisa menggilas berbagai sektor. Di antaranya lembaga perguruan tinggi.

Kampus Unika Atma Jaya berupaya menghadirkan sejumlah strategi dan inovasi supaya tidak ikut tergilas.

Rektor Unika Atma Jaya Agustinus Prasetyantoko mengatakan, tahun ini adalah satu dasawarsa dari krisis ekonomi 2008.

“Krisis (ekonomi 2008, red) membuat orang tidak percaya pada institusi keuangan,” jelasnya di kampus Unika Atma Jaya, baru-baru ini.

Kondisi itu kemudian menumbuhkan inovasi-inovasi di bidang jasa keuangan. Masyarakat bisa langsung mengkases permodalan tanpa harus berhubungan dengan bank.

Itu tadi adalah salah satu contoh adanya revolusi industri 4.0 dengan sifat disrupsinya. Efek disrupsi dari revolusi industri 4.0 juga bisa dialami oleh perguruan tinggi.

Apabila ada perguruan tinggi yang tidak berinovasi atau beradaptasi dengan perkembangan teknologi saat ini, maka akan ditinggalkan.

“Beberapa tahun ke depan penggunaan teknologi semakin intensif. Termasuk di dunia pendidikan tinggi,” katanya. Untuk itu Prasetyantoko mengatakan kampus Unika Atma Jaya menghadirkan salah satu inovasi bernama Atmazeds.

Inovasi ini berupa layanan pembelajaran berbasis online. Berisi enam modul dari bidang psikologi, kedokteran, ilmu komunikasi, finansial, hingga datascience.

Layanan Atmazeds tersebut dibuka secara gratis. Selain itu mengakomodasi generasi Z yang sekarang mendominasi kelompok mahasiswa.

Prasetyantoko mengatakan generasi Z memiliki sejumlah karakter yang unik. Sehingga, kampus harus ikut menyesuaikan dalam proses pembelajarannya.

Dia menuturkan, Unika Atma Jaya mencoba menerapkan pembelajaran campuran atau blending.

Campuran antara pembelajaran tatap muka dengan online. Dia menegaskan Unika Atma Jaya tidak bisa full online. Baginya perkuliahan tatap muka tetap diperlukan.

Di antaranya untuk penanaman karakter dan sejensinya.
Dosen Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya Agatha Novi Ardhiati menuturkan kecenderungan saat ini antara dosen dengan mahasiswa berbeda generasi.

“Maka perlu dijembatani dengan teknologi,” katanya. Pada umumnya mahasiswa saat ini disebut sebagai generasi Z.

Ada beberapa karakteristik generasi Z yang menarik diperhatikan. Seperti karakter paling suka menggunakan gadget mobile ketimbang laptop.

Menurut dia secanggih apapun teknologi, jika tidak bisa dibawa kemana-mana, tidak menarik bagi anak-anak sekarang.

“Bagi mereka lebih baik dompet ketinggalan, ketimbang ketinggalan HP,” tuturnya lantas tersenyum.

Karakteristik generasi Z berikutnya adalah kemampuan multitasking. Membuka layar HP, tablet, dan laptop sekaligus.

Namuna ada juga karakteristik yang perlu diperhatikan, yakni anak generasi sekarang cenderung rentang perhatiannya singkat.

Dalam perkuliahan anak-anak inginnya menerima materito the point.
“Generasi sekarang tidak cocok dengan perkuliahan yang diawali dengan basa-basi,” jelasnya

Kemudian anak masa kini juga memperhatikan integritas. Seperti gampang protes jika ada ada dosen yang meminta mahasiswa disiplin waktu, tetapi dosen itu sendiri sering telat.

Menurut dia karakteristik mahasiswa generasi Z itu harus menjadi perhatian bagi para dosen saat mengajar.

Anak-anak sekarang juga cenderung menyukai visual. Tandanya tingkat penggunaan layanan YouTube, Facebook, dan Instragram di Indonesia masih sangat tinggi. Sebab ketiganya mengandalkan visual.

(jpk/wan/dan/JPC)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *