Istana : 22 Mei Tak Perlu ke Jakarta

Prajurit TNI menggelar latihan pengamanan dengan teknik Fast Roping seusai mengikuti apel pengamanan di Lapangan Monas, Jakarta.

JAKARTA – TNI kembali melakukan simulasi pengamanan di Monumen Nasional (Monas), Jakarta, kemarin. Ribuan prajurit dari Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) bersama personel Kodam Jaya mempraktikan skema penyelamatan di hadapan sejumlah pejabat teras Mabes TNI.

Sebagai instansi yang dipercaya membantu Polri mengamankan pengumuman hasil pemilu, sejak jauh hari TNI memang sudah bersiap. Di antaranya melalui latihan dan simulasi yang berulang kali mereka lakukan, termasuk kemarin.

Bacaan Lainnya

”Mengerahkan empat helikopter TNI-AD,” terang Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen TNI Sisriadi. Dalam latihan tersebut, turut diperagakan sejumlah teknik penyelamatan oleh prajurit TNI. Salah satunya fast roping yang dilaksanakan langsung dari atas helikopter. Menurut Sisriadi, simulasi yang dilakukan prajurit TNI merujuk pada tactical floor game (TFG) yang disusun melalui koordinasi di Mabes TNI pada Kamis (16/5).

Lewat latihan tersebut, prajurit TNI yang diberi tugas untuk pengamanan proses hitung suara maupun pengumuman hasil pemilu dihadapkan pada situasi rusuh. Merujuk data dari Pusat Penerangan TNI, jumlah personel TNI yang diminta membantu Polri sebanyak 12 ribu orang. ”Selain 12 ribu personel tersebut, TNI menyiapkan 20 ribu personel cadangan,” imbuhnya.

Seluruh personel itu bergerak di bawah komando Kodam Jaya. Di Jakarta, Kodam Jaya bekerja sama dengan Polda Metro Jaya untuk mengamankan pengumuman hasil pemilu. Di samping pasukan Kostrad, mereka juga dapat bantuan pasukan dari Kodam III/Siliwangi dan Korps Marinir.

Kepala Penerangan Kostrad Kolonel Infanteri Adhi Giri Ibrham menyampaikan bahwa total jumlah prajurit yang diperbantukan dari instansinya sebanyak 1.500 orang. ”Untuk pengamanan pengumuman pemilu,” imbuhnya. Sampai pengumuman hasil pemilu oleh KPU tuntas, mereka bertugas di bawah perintah Kodam Jaya.

Sementara itu, pergerakan massa dari daerah ke Jakarta mendapat respons dari istana. Pemerintah mengimbau agar masyarakat mengurungkan rencana ke Jakarta. Kepala Staf Kepresidenan Jenderal Purnawirawan Moeldoko mengajak masyarakat menggunakan jalur hukum dalam menyikapi hasil pemilu.

Dia menilai, jika menggunakan aksi jalanan, Moeldoko menyebut rawan terjadi gesekan yang merugikan sesama anak bangsa. “Karena kondisi itu tidak menguntungkan bagi siapapun,” ujarnya di Kantor KSP, Jakarta, kemarin.

Sebaliknya, lanjut dia, yang diuntungkan adalah kelompok-kelompok tertentu yang sudah memiliki agenda khusus untuk mengacaukan situasi nasional. Moeldoko mengakui, pemerintah sudah mengendus adanya kelompok-kelompok yang berniat menunggangi aksi tersebut.

“Ada kelompok teroris, kelompok yang ingin membuat trigger ya, menjadikan martir, sehingga nanti akan menjadi titik awal melakukan anarkis,” imbuhnya.

Karena itu, kata Moeldoko, jajaran kepolisian di daerah aktif melakukan operasi terhadap massa yang bergerak ke Jakarta. Upaya itu ditempuh untuk memastikan kegiatan pada 22 Mei besok terhindar dari peristiwa yang tidak diinginkan. “Jangan sampai membawa perlengkapan yang dilarang. Ada yang bawa senjata tajam juga, gak ada relevansinya dengan demo,” tuturnya.

Moeldoko menambahkan, isu adanya potensi kelompok penyusup dalam aksi 22 Mei bukan isapan jempol atau upaya menakut-nakuti masyarakat. Namun, hal itu didasarkan pada informasi yang diperoleh. Polri, misalnya, sudah menangkap terduga teroris di sejumlah tempat.

Selain itu, intelejen juga telah membekuk upaya penyelundupan senjata yang diduga digunakan untuk mengacaukan situasi. “Bisa saja ada yang menembak pada kerumunan, akhirnya seolah-olah tembakan itu dari aparat kemananan. Itu akan menjadi trigger berawalnya kondisi chaos,” ucapnya. (far/syn/oni)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *