Perbankan Syariah Sebagai Bank Investasi

Dea Nurkarisma Dewi (Mahasiswa Universitas Nusa Putra)

Oleh: Dea Nurkarisma Dewi
(Mahasiswa Universitas Nusa Putra)

Pembangunan ekonomi nasional merupakan suatu kegiatan mengatur dan memenuhi kebutuhan hidup penduduk, sehingga proses menciptakan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa menuju masyarakat adil dan makmur, melalui peningkatan taraf kehidupan masyarakat secara merata sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945 dapat segera tercapai.

Bacaan Lainnya

Berdasarkan data Badan Pusat Stastik (BPS), jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2019 mencapai 267 juta jiwa dan terus meningkat. Kondisi tersebut, menuntut adanya suatu perencanaan pembangunan ekonomi nasional yang terstruktur menuju satu sistem produksi yang baik, terutama guna memenuhi kebutuhan primer penduduk yaitu persoalan sandang, pangan dan papan.

Saat ini, dapat disimpulkan bahwa kegiatan pembangunan ekonomi nasional belum mampu mengatasi salah satu persoalan utamanya yaitu memenuhi pemerataan kesejahteraan namun dengan tetap mempertahankan kelestarian sumber daya alam, dan tanpa mengandalkan hutang luar negari.

Terbukti pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2019 hanya mencapai 5,3 persen saja. Sehingga faktanya, masih ada kesenjangan ekonomi antara satu daerah dengan lainnya. Salah satu faktor penyebabnya, karena kegiatan produksi masih dikuasai oleh sekelompok kecil masyarakat melalui penguasaan sumber daya alam, permodalan, dan teknologi informasi.

Di sisi lain perkembangan sektor perbankan yang terlalu cepat namun belum diikuti oleh faktor pendukung lainnya seperti regulasi arah kegiatan usaha yang jelas dan pembangunan sumber daya manusianya. Tidak sedikit Bank swasta yang diduga dijadikan fasilitas menghimpun dana masyarakat untuk membesarkan usaha para pemilik Bank.

Sementara Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sering terseret dalam pusaran kepentingan politik kekuasaan. Dua hal ini mengakibatkan ketimpangan dalam distribusi dan penguasaan sumber keuangan (kavital), dan tentunya menghambat pertumbuhkan iklim usaha yang sehat di Indonesia.

Di sisi lain banyak bank yang disinyalir tidak memiliki strategi usaha yang fokus, penyaluran kredit kurang menjalankan prinsif 5C (character, capacity, capital, condition of economic, and collateral), pengembangan unit bisnisnya tanpa melalui strategi yang jelas, dan tanpa didukung struktur dan kemampuan sumber dana pendukung.

Gambaran Kondisi tersebut diatas sangat mengkhawatirkan, mengakibatkan timbulnya Gap pertumbuhan bisnis yang cukup lebar. Karena kredit cenderung disalurkan ke group usaha yang terkait dengan bank, sehingga analisa kreditnya cenderung lemah, mengakibatkan banyak bank yang beroperasi dengan sistem yang kurang memadai dan tanpa disertai pengawasan yang memadai.

Oleh sebab itu, dibutuhkan adanya sistem perbankan yang kompeten terhadap goncangan krisis ekonomi. Salah satu pilihanya adalah perbankan berbasis syariah Islam, potensi pasarnya sangat tinggi mengingat mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam.

Secara filosofis bank syari’ah adalah bank yang aktivitasnya meninggalkan masalah riba. Dengan kondisi saat ini, dimana mayoritas umat Islam yang menggunakan jasa perbankan dilayani oleh perbankan konvensional, maka menghindari bunga bank yang diyakini riba merupakan salah satu tantangan yang dihadapi dunia Islam.

Perkembangannya sungguh menggembirakan, belakangan ini para ekonom Muslim telah mencurahkan perhatian besarnya untuk menemukan cara menggantikan sistem bunga dalam transaksi perbankan dan keuangan dengan sesuatu yang sesuai prinsip agama Islam.

Upaya tersebut dilakukan bertujuan untuk mengurangi sistem riba pada perbankan Syariah, berupaya menggantikan sistem bunga dengan besaran yang sesuai dengan ajaran Islam dalam al-Qur’an.

Perbankan syari’ah didirikan didasarkan pada alasan filosofis maupun praktik, karena dilarangnya pengambilan riba dalam transaksi keuangan maupun non keuangan.

Kegiatan operasional perbankan syariah di Indonesia dimulai pada tahun 1992 sejak pendirian PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk. (PT. BMI) atau 4 tahun setelah deregulasi Pakto 88.

Perkembangan perbankan syariah berjalan lebih lambat dibandingkan dengan bank konvensional. Operasional perbankan syariah di Indonesia didasarkan pada Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang selanjutnya diperbaharui dengan Undang-undang No. 10 tahun 1998. Pertimbangan perubahan Undang-undang tersebut dilakukan untuk mengantisipasi tantangan sistem keuangan yang semakin maju untuk mempersiapkan infrastruktur memasuki era globalisasi.

Lebih lanjut, UU perbankan syariah sebenarnya juga membuka peluang untuk investasi dengan cara Mudharabah, namun aturannya belum ada. Undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan dan UU Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI) mengatur tentang pengembangan perbankan Syariah di Indonesia.

Indonesia memiliki mayoritas penduduk beragama Islam, pengembangan perbankan syariah pada dasarnya bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat yang belum terlayani jasa perbankan konvensional karena keyakinan khususnya bahwa bunga bank haram.

Disamping itu, pengembangan-pengembangan perbankan syariah juga bertujuan dalam rangka restrukturasi perbankan untuk peningkatan ketahanan sstem perbankan, serta meningkatkan keragaman jasa dan produk perbankan yang sesuai dengan kebutuhan

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *