Rasio Utang Terhadap PDB Dalam Batas Aman

JAKARTA – Membengkaknya rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hingga 30,31 persen, masih dalam batas aman.

Melesetnya target pemerintah dalam menjaga rasio utang terhadap PDB dari target 29 persen, dipengaruhi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

Lebih tingginya capaian dari target walaupun mengindikasikan adanya pembengkakan rasio utang terhadap PDB, sebaiknya tidak perlu terlalu dipermasalahkan.

Pengamat ekonomi Assyifa Szami Ilman menjelaskan, capaian rasio utang terhadap PDB sebesar 30,31 persen masih jauh di bawah batas 60 persen yang ditetapkan UU Keuangan Negara.

Secara perundang-undangan, masih terdapat ruang bagi pemerintah untuk berutang melalui penerbitan instrumen utang seperti Surat Berharga Negara (SBN).

“Adanya utang tidak selamanya perlu dipandang negatif, asal pemerintah memiliki manajemen yang baik dalam pengelolaannya. Berkaca pada kondisi keseimbangan anggaran yang masih defisit, utang menjadi instrumen yang praktis untuk menutup kebutuhan negara dan pada akhirnya dapat memberikan stimulus bagi pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.

Perlu juga diingat bahwa pada dasarnya kondisi perekonomian global yang tidak menentu, diperkirakan masih akan terjadi hingga 2020.

Mengingat, kebijakan Bank Sentral AS yang tidak terduga bisa sangat berpengaruh terhadap fluktuasi nilai rupiah, sehingga pada akhirnya dapat memengaruhi jumlah rasio utang terhadap PDB.

Untuk itu, dia meminta pemerintah benar-benar melakukan perencanaan yang baik sebelum menerbitkan instrumen utang baru.

Agar mengurangi ketergantungan terhadap utang, pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama dalam mendorong penerimaan pajak yang lebih tinggi. Saat ini, rasio pajak Indonesia masih berada di kisaran 11-12 persen, di bawah standar World Bank untuk negara berkembang sebesar 15 persen.

“Pemerintah di segala tingkatan harus transparan mengenai penggunaan anggaran. Dengan adanya transparansi, wajib pajak dapat mengetahui penggunaan pajak mereka dan merasa berkontribusi kepada pembangunan,” imbuh Ilman yang juga peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS).

 

(wah)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *