Ungkap Peran Makelar Bancakan Bansos

KINI BEROMPI: Menteri Sosial Juliari P Batubara mengenakan rompi tahanan KPK. (Dery R)

JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan fakta baru terkait penanganan dugaan bancakan bansos Covid-19 di Kementerian Sosial (Kemensos) 2020.

Yakni soal peran tersangka Harry Sidabuke. Dari hasil penyidikan sementara, Harry ditengarai merupakan salah satu makelar proyek bansos.

Bacaan Lainnya

Dalam perkara ini, KPK menetapkan Harry sebagai tersangka pemberi suap kepada Menteri Sosial (non aktif) Juliari P. Batubara serta dua pejabat Kemensos, Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso.

Total nilai suap dalam perkara tersebut sebesar Rp 17 miliar. Uang itu merupakan total fee paket bansos yang disepakati antara pejabat Kemensos dan rekanan.

Sumber Jawa Pos di internal KPK mengatakan, sebagai makelar, Harry memiliki jaringan ke sejumlah rekanan. Dia juga tercatat bagian dari beberapa perusahaan rekanan itu. Sedangkan Ardian I M yang juga tersangka pemberi suap dalam perkara tersebut tercatat hanya berjejaring dengan 1 perusahaan saja.

”Harry ini makelar (proyek bansos),” ujarnya kepada Jawa Pos, kemarin (10/12).

Peran Harry sebagai makelar sedang ditelusuri penyidik. Saat ini KPK baru melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi. Diantaranya 2 kantor perusahaan rekanan yang disinyalir merupakan jaringan Harry dan Ardian.

Penggeledahan itu dilakukan Selasa (8/12) lalu. Selain 2 kantor itu, penyidik juga menggeledah rumah pribadi dan rumah dinas Juliari.

”Belum mulai pemeriksaan,” ungkapnya.

Bukan hanya Harry yang sedang ditelusuri KPK. Penyidik juga mendalami dugaan adanya makelar lain dalam proyek senilai triliunan rupiah tersebut.

Merujuk penelusuran sementara, ada beberapa klaster ‘pemain’ dalam bancakan proyek bansos senilai Rp 300 ribu per paket itu. Dan setiap klaster itu ditengarai ada peran makelar.

”Kami akan kejar (makelar) itu,” tegas petugas KPK yang menangani kasus bancakan bansos tersebut. Informasi soal adanya klaster lain, lengkap dengan makelarnya itu menjadi pintu masuk KPK untuk mengungkap pihak-pihak lain yang terlibat dalam proyek bansos.

”(Perusahaan yang terlibat) banyak sekali, masih akan panjang ceritanya,” paparnya.

Sumber tersebut menambahkan penelusuran terkait klaster-klaster itu menguatkan rencana KPK menerapkan pasal 2 ayat (2) UU Pemberantasan Tipikor. Pasal itu mengisyaratkan pelaku korupsi dana bansos dapat dipidana hukuman mati.

”Karena itu kami perlu banyak suplai data dan informasi (soal bancakan proyek bansos),” imbuhnya.

Di sisi lain, seorang pengusaha mengakui adanya makelar tersebut. Sebutannya macam-macam. Ada yang menyebutnya dengan istilah jawara atau pendekar.

Selain menjadi penghubung antara rekanan dan Kemensos, makelar itu juga berperan sebagai kreator yang mengatur skema bagi-bagi fee bansos. Fee itu diambil dari margin yang diperoleh setelah memangkas biaya belanja item paket.

Yang menarik, makelar yang dimaksud itu tidak hanya berjejaring dengan perusahaan rekanan. Tapi juga berjejaring dengan politisi di DPR RI.

”Saya dikenalkan (ke makelar) lewat anggota DPR,” tutur pengusaha yang tidak ingin disebutkan namanya itu.

Sementara itu, Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri menyatakan pihaknya belum bisa bicara lebih jauh soal dugaan keterlibatan pihak lain. Menurut dia, tim penyidik masih fokus melakukan analisis terhadap barang-barang, seperti dokumen, yang diamankan dari hasil penggeledahan.

”Tim akan menganalisis lebih dulu dokumen yang dimaksud,” ungkapnya. (tyo)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *