Jabatan Bupati Itu Pengabdian

Pengamat politik Munandi Saleh

SUKABUMI — Pengamat politik Munandi Saleh menyebutkan bahwa untuk menjadi kepala daerah sekelas bupati tidak membutuhkan biaya sedikit. Untuk itu paradigma tentang kepala daerah sudah harus dirubah, dari awal sebagai pekerjaan harus menjadi jabatan pengabdian kepada masyarakat. Mengapa demikian, karena dengan biaya untuk menjadi bupati bisa mencapai 10 hingga 30 Milyar lebih tidak sangat mungkin untuk dijadikan pekerjaan.

“Estimasinya begini, jika ada orang yang ingin mencalonkan tentunya harus mempersiapkan alat peraga untuk sosialisasi, dan itu menggunakan uang yang tak sedikit, misalnya Baligo, sisialisasi turun kelapangan dan nanti membayar saksi-saksi. Itu hal yang logis, kalau itung-itungan sebagai perusahaan itu bisa rugi, “ujar Munandi Saleh saat dihubungi koran ini, kemarin.

Bacaan Lainnya

Menurutnya, uang sebanyak itu bukan dibagi-bagikan kepada masyarakat. Tetapi untuk kebutuhan mobilisasi para bacalon dalam melakukan sosialisasi. Jika hitungan kasar di Kabupaten Sukabumi ada 47 Kecamatan dan 386 desa dengan jumlah pemilih 1,8 Juta tentu itu membutuhkan biaya banyak hinga sekurang kurangnya 10 Milyar atau lebih.

“Jika memasang baligo perkecamatan atau perdesa bisa dihitung saja jumlah anggaranya, belum lagi kalau perdesa misalkan dipasang lima. Bisa membengkak anggaranya. Itu hitungan logisnya, belum lagi biaya kaos dan lain lain. “terangnya.

Hal itu adalah sesuatu yang lumrah terjadi, karena ini adalah konsekwensi kepala daerah dipilih langsung oleh masyarakat. Maka dari itu dirinya menilai, jika menjadi kepela daerah sebagai pekerjaan sangatlah rugi dengan biaya modal awal yang begitu luar biasa, belum lagi kepastian untuk terpilihnya belum pasti.

Dengan itu, dirinya menilai bacalon kepala daerah harus mapan secara finansial. Namun, bisa saja jika tidak mapan secara finansial asal bacalonnya dikehendaki masyarakat untuk maju dan dipercaya.

“Hari ini memang fenomenya seperti itu, harus mapan dulu secara finansial agar saat terpilih nanti tidak berfikir bagaimana cara mengembalikan uang yang sudah dihabiskan untuk sosialisasi. Jika tidak jalan satunya, bacalon ini harus mendapatkan restu para pemilih dan mendatkan dorongan modal dari masyarakat.

Tapi saya rasa saat ini susah untuk melakukan itu, karena sudah terjadi pergeserah pikiran di masyarakat yang cenderung idiolgis dan pragmatis, “terangnya.

Lebih lanjut dirinya mengatakan, untuk itu dirinya menilai bahwa untuk menjadi Kepala daerah atau dalam hal ini Bupati di Pilkada 2020 mendatang, bacalon pertahana sudah diuntungkan satu langkah.

Mengapa, karena pertahana sudah memiliki satu kekuatan yakni popularitas dan elektabilitas, dan jumlah uang yang dikeluarkan secara pribadi bisa ditekan, karena mereka sudah jauh-jauh hari melakukan beberapa mobilisasi dan terjun ke lapangan dengan program-programnya, beda halnya dengan yang baru yang akan melawan pertahana harus bekerja keras.

“Saya beranalogi seperti ini, jika pertahana itu ibarat sedang mendapatkan tendangan finalti dari wasit, apakah bisa masuk atau tidak bolanya tergangung penendangnya. Jika tidak masuk, berarti ada yang salah. Beda lagi dengan yang menantang pertahana, harus menggiring dulu bola hingga mendekati gawang.

Jadi Pertahana itu tidak dihalangi, berhadap hadapan. Tapi jangan salah, tendangan finalti juga bisa saja tidak masuk, “tukasnya. (hnd)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *