Bom Waktu Tsunami Kita

Ilustrasi

Oleh: Handi Salam
Redaktur di Radar Sukabumi

BELUM genap sebulan rasanya, saya bertemu dengan fakar ahli kebencanaan laut dan mitigasi, manajemen pesisir, gelombang laut dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr. Eng Hamzah Latief. Tidak sengaja memang, tapi saya yakin tuhan sudah mengaturnya sebelum saya merencanakan sesuatu.

Bacaan Lainnya

Meski bisa bertemu karena bantuan salah seorang teman dari Jakarta, tapi setidaknya pertemuan itu membuat saya sedikit faham tentang bencana tsunami di Indonesia khususnya di pesisir pantai Selatan Kabupaten Sukabumi jika terjadi.

“Tsunami itu tidak takut sama preman, pejabat, dan bahkan Tentara, semuanya dihantam tanpa kecuali”, kata itulah yang masih kuingat seraya terseyum tipis saat bencana tsunami Selat Sunda menerjang Banten dan Lampung selatan pada Sabtu Malam (22/12).

Proyek pembangunan infrastruktur yang cepat di bibir pantai disetiap wilayah dibanyangi dengan bahaya bencana bukan isapan jempol belaka. Celakanya kebisaan kita, ketika habis pemberitaan soal bencana, satu dua bulan suka melupakan atau dilupakan, padahal bencana itu akan datang kembali sewaktu-waktu datang mengancam tanpa sepengetahuan kita.

Setiap pagi, saya mencoba menambah informasi lebih dari media televisi soal fakta kejadian tsunami di Selat Sunda. Namun, yang didapat adalah pikiran kolot yang tak habis-habisnya. Talkshow dan wawancara di televisi selalu berkutat dari penyebab tsunami dan isinya hanya spekulasi.

Sudah puluhan bahkan lebih bencana serupa terjadi di Indonesia, dan selalu memakan banyak korban jiwa. Mungkin masyarakat bangsa ini benar-benar menjadi bangsa pelupa abadi yang tidak mau belajar dari sejarah.

Pemerintah sebagai koki dalam negara harusnya bisa membuat ‘resep’ agar masyarakat khususnya yang tinggal dibibir pantai dilakukan penyadaran dan wawasan sekaligus relokasi dini.

Jika ada yang bertanya apakah mungkin terjadi bencana Tsunami di Pantai Selatan Pulau Jawa khususnya Kabupaten Sukabumi. Jawabannya sangat mungkin, melihat dari hasil penelitian ahli sudah begitu jelas. Cuma yang jadi pertanyaanya apakah pemerintah mau mendengar dan menjalankannya.

“Penyadaran masyarakat itu gampang, adakan dangdutan, ya semisal mengundang Via Valen atau Inul Daratista mungkin, mereka (masyarakat red) pasti berkumpul.

Baru disana sisipkan penjelasan soal tsunami, selesai. Tapi yang sulit pejabatnya, biasanya datang ke kegiatan hanya untuk membuka dan menutup saja, sudah itu pulang tidak mau mendengarkan materinya,”kata Dr. Eng Hamzah sambil terseyum sambil melihat rekannya dari Ahli Geologi Universitas Indonesia (UI) Dr. Heryadi Rachmat.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *