Melawan Kutukan Rajamangala

JAKARTA – “Angker” sekali Stadion Rajamangala bagi Indonesia. Empat kali menghadapi tuan rumah Thailand di sana dalam ajang Piala AFF, empat kali pula skuad Garuda selalu kalah. Bahkan, dua dari tiga kekalahan di stadion berkapasitas 49.722 tempat duduk itu berdampak kegagalan Indonesia merebut gelar. Sebab, terjadi di babak puncak.

Masing-masing kalah 1-4 di final edisi Piala Tiger (nama lama Piala AFF) 2000 (saat sistemnya masih home tournament). Di fase grup, kekalahan dengan skor serupa juga dialami Indonesia dari tuan rumah. Berikutnya pada edisi 2016 yang menerapkan sistem kandang dan tandang di fase gugur. Berbekal kemenangan 2-1 di final pertama, Garuda menyerah 0-2 dalam final kedua di Rajamangala.

Bacaan Lainnya

Bagaimana dengan malam ini? Saat Indonesia kembali dijamu Thailand di stadion yang sama dalam lanjutan fase grup B Piala AFF 2018. “Maksimal seri, kalau menang sulit sekali,” kata Uston Nawawi yang masuk skuad Piala AFF 2000.

Untuk bisa mencapai target mencuri poin itu, Uston pun menyarankan Bima Sakti, pelatih Indonesia yang juga bekas rekan mainnya di tim nasional (timnas) dulu, agar tidak mencoba bermain terbuka. Sedangkan I Putu Gede, juga anggota skuad Piala AFF 2000, sependapat pula dengan Uston.

Kemenangan 7-0 atas Timor Leste di stadion yang sama dalam laga pertama adalah bukti kekuatan Thailand. Mantan pelatih Perseru Serui itu juga mengingatkan tentang bergeloranya dukungan suporter tuan rumah. “Thailand semangatnya berlipat-lipat setiap kali bermain di kandang. Mereka tidak mau diolok-olok suporter sendiri karena kalah,’’ ujarnya.

Tapi, Kurniawan Dwi Yulianto, asistem Bima yang juga rekan setim Putu dan Uston di skuad Piala AFF 2000, punya pandangan berbeda. Menurutnya, yang terjadi pada final edisi 2000 bukan karena Indonesia kalah kualitas. Tapi, karena lawan berani mengambil inisiatif menyerang dan akhirnya mencetak gol terlebih dahulu.

Setelah kebobolan, mental para pemain Indonesia anjlok. Belajar dari pengalaman itu, akan mengingatkan Hansamu Yama Pranata dkk agar menyiapkan mental. Siap bermain di bawah tekanan. “Dan, punya inisiatif menyerang,’’ ungkapnya.

Untuk itu, dia meminta para pemain tak terbebani dengan rekam jejak Garuda di Rajamanggala. Meski Garuda tampil tak meyakinkan di dua laga yang telah dijalani, Kurniawan juga menganggap timnas kali ini kualitasnya lebih baik dibandingkan di edisi Piala AFF 2000 dan 2016.

Berbekal transisi permainan yang baik, lanjutnya, serta organisasi tiap lini berjalan, dan daya serangn kuat, “kutukan” di Rajamanggala mestinya bisa diakhiri. ’’Apalagi pemain punya semangat tinggi setelah menang lawan Timor Leste. Memang laga pertama kurang memuaskan, tapi kami berhasil bangkit,’’ tuturnya.

 

(rid/ttg)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *