Nilai Rupiah Loyo Dorong Laju Inflasi

JAKARTA – Kenaikan harga minyak dunia dan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), dinilai bakal mendorong laju inflasi. Sebab, dua hal tersebut akan mempengaruhi harga energi dan pangan.

Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menjelaskan, walaupun harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi seperti premium dan solar batal naik tetapi dia memproyeksi Pertamina bakal mengurangi produksinya.

Bacaan Lainnya

“Dengan demikian, produsen secara tidak langsung didorong untuk menggunakan BBM nonsubsidi untuk distribusi barang dan sebagainya. Itu pasti menyebabkan harga barang menjadi naik,” ujar Enny di Jakarta, kemarin.

Enny menilai, sebetulnya depresiasi nilai tukar tidak berdampak tinggi terhadap harga pangan. Karena saat ini harga komoditas pangan dunia masih terbilang rendah. Berbeda dengan kenaikan harga minyak yang terbilang cukup signifikan.

“Misalnya saat ini harga tempe dan gula memang tidak naik signifikan. Tetapi, nilai tukarnya terdepresiasi sehingga tetap saja ada pengaruhnya,” ujarnya.

Menurut Enny, kenaikan pangan rentan terjadi pada harga beras. Bulan ini sebenarnya sudah naik walau masih relatif kecil. Hal itu terjadi karena stok beras berkurang di pasaran. Badan Pusat Statistik (BPS) sendiri sudah mengklarifikasi kekeliruan data surplus beras.

Dia memperkirakan deflasi yang sempat terjadi pada bulan September 2018 tidak akan terulang di bulan Oktober 2018 ini. “Inflasi bulan Oktober sekitar 0,1-0,2 persen,” tebaknya.

Untuk inflasi bulan November, Enny memproyeksi, sampai dengan akhir tahun masih akan tetap di bawah target pemerintah yaitu di bawah 4 persen. Dia yakin, sepanjang harga beras tidak mengalami kenaikan dan tidak adanya perubahan kebijakan BBM, maka inflasi sampai akhir tahun akan ada kemungkinan tidak mencapai 3 persen.

Direktur Riset Center of Reform on Ecnomics (Core) Indonesia Pieter Abdullah Redjalam memproyeksikan inflasi Oktober 2018 akan berada di kisaran O,15-0,20 persen. Faktor utama pendorongnya adalah volatile food.

“Inflasi Oktober saya perkirakan memang akan sedikit naik. Faktor pendorong utamanya ialah volatile food yang saya kira akan mulai meningkat setelah mengalami deflasi pada dua bulan sebelumnya. Saya menghitung setelah dua bulan deflasi, volatile foods tidak akan terus mengalami deflasi,” ujarnya.

 

(rmol)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *