Anak Penjual Pentol jadi Wisudawan Terbaik Unair

Kondisi ekonomi yang kurang, tidak menghentikan Nur Syamsiyah meraih cita-cita sebagai dosen. Dia lulus sebagai wisudawan terbaik program S-1 Universitas Airlangga (Unair). Jalan mewujudkan mimpi terbentang lebar.

Sebuah hadiah besar diterimanya dari Rektor Unair Prof M. Nasih Selasa lalu (9/10). Didampingi orang tuanya, Sutrisno dan Erna, Syam mendapatkan beasiswa S-2 di almamaternya itu.

Bacaan Lainnya

Rasa syukur terus dipanjatkan Syam. Beasiswa tersebut merupakan rentetan keberhasilannya setelah didapuk sebagai wisudawan terbaik pada 9 September lalu. Syam lulus dari Prodi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,90.”Sangat bahagia tentunya,” katanya.

Selama kuliah S-1, Syam memiliki sederet prestasi tingkat nasional. Yang terbaru adalah best speaker National Debate Competition dalam Public Expo 2018. Orang tua Syam sudah pasti bangga. Tidak menyangka putrinya bisa sekolah sampai S-2. Sehari-hari sang ayah berjualan pentol keliling, sementara ibunya berdagang nasi kotak.

“Alhamdulillah. Ayah selalu mendukung semua keputusan saya yang terbaik,” ujar perempuan 21 tahun itu.Sejak kecil, Syam dididik hidup mandiri oleh orang tuanya. Sebagai anak sulung, dia ingin memberikan contoh terbaik kepada ketiga adiknya. Berprestasi dan pantang menyerah. Begitu semangat yang menemani hari-harinya.

Jika ekonomi pas-pasan, harus rajin belajar. Sejak SD, Syam membuktikan dengan prestasi peraih Nilai Ujian Nasional (NUN) tertinggi di sekolahnya Saat SMP, nilainya turun karena merasa minder dengan latar belakang keluarganya.

“Kuncinya harus percaya diri. Waktu SMK, saya menemukan kepercayaan diri lagi dan bangkit,” ujarnya.Setelah lulus, Syam diterima masuk Unair melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBM PTN). Dia juga memperoleh beasiswa bidikmisi. Syam berusaha lulus kuliah tepat waktu. Tentu tidak mudah. Ditambah kondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan. Masih ada tiga adik yang juga membutuhkan biaya.

“Waktu kuliah, saya nyambi macam-macam biar bisa membantu keluarga juga,” kata Syam.Berbagai pekerjaan pernah dijalaninya. Mulai menjadi freelance writer untuk sebuah majalah online, kasir di salah satu rental game, hingga mengajar di TPQ saat sore. Dua tahun terakhir, Syam juga aktif terlibat dalam penelitian dosen.

“Alhamdulillah, dari situ setidaknya bisa membantu orang tua meski belum seberapa,” ujarnya.Syam juga aktif mengikuti beberapa lomba yang diadakan di lingkup kampus hingga skala nasional. Kalau menang, dia mendapatkan hadiah uang yang tentu saja digunakan untuk membantu orang tua. “Ya, pandai-pandai membagi waktu saja,” kata dia.

Syam mengatakan, menjalani semua aktivitas di kampus dan pekerjaan sampingan tersebut memang menguras waktu dan tenaga. Biasanya, pagi hingga sore dihabiskan di kampus. Sore mengajar di TPQ. Di sela-sela itu, Syam mengharuskan diri membaca buku. “Biasanya jika jeda kelas, ya membaca. Karena saya orangnya rinci. Saya selalu membuat to do list agar tidak keteteran,” jelasnya.

Syam akan melanjutkan kuliah S-2 prodi sosiologi di Unair. Namun, banyak mantan dosennya yang menyarankan untuk mencoba mendaftar S-2 di luar negeri. “Jika memungkinkan, ingin ikut double degree. Saya ingin kuliah di Swedia,” katanya.

Dekan FISIP Unair Dr Falih Suaedi mengatakan, Syam menjadi wisudawan terbaik karena memiliki IPK nyaris sempurna. Dia juga mahasiswa bidikmisi dengan capaian kredit prestasi yang tinggi.”Pak Rektor secara spontan menawari Syam mendapatkan S-2 dengan SPP gratis dan bebas tes. Mudah-mudahan bisa menginspirasi mahasiswa bidikmisi lainnya,” ungkapnya.

 

(septinda/c6/ayi)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *