Satu Produk Baja RI Kena Bea Masuk

JAKARTA – Satu dari 28 produk baja dari Indonesia, yaitu non-alloy and other alloy quarto plates dikenakan safeguards berupa kuota impor dan bea masuk ke pasar Uni Eropa.

Dari impor 28 kelompok produk baja Indonesia yang termasuk dari produk baja seluruh dunia yang diselidiki, terdapat lima kelompok produk baja Indonesia yang tidak dikenakan safeguards sementara karena impornya tidak melonjak. Sedangkan, 22 kelompok produk baja lainnya dikecualikan karena pangsa impor Indonesia yang masih di bawah ambang batas yang ditentukan.

Bacaan Lainnya

“Berdasarkan hasil analisis Komisi Uni Eropa, kuantitas impor 22 kelompok produk baja dari Indonesia tersebut tidak melebihi pangsa 3 persen dari total impor masing–masing kategori produk ke Uni Eropa sebagaimana disyaratkan dalam Perjanjian Safeguards WTO,” ujar Direktur Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan dalam keterangan resmi, Selasa (18/9).

Walaupun mendapatkan pengecualian bagi sebagian besar produk yang diselidiki, Indonesia tetap berjuang meminta pengecualian penuh bagi seluruh produk baja yang diselidiki. Terutama produk non-alloy and other alloy quarto plates yang saat ini masih dikenakan tindakan safeguards sementara berupa kuota pembatasan impor global sebanyak 1,5 juta ton dan tarif sebesar 25 persen.

Permintaan ini disampaikan dalam pertemuan dengar pendapat (hearing) dengan perwakilan dari Komisi Uni Eropa, pada Jumat lalu (14/9) di Kantor Komisi Uni Eropa, Brussels, Belgia.

“Keputusan Komisi Uni Eropa untuk mengenakan tindakan safeguards kepada produk non-alloy and other alloy quarto plates dinilai tidak sesuai dengan ketentuan WTO. Faktanya, produk tersebut memiliki peranan penting dalam industri turbin angin di Eropa. Adapun negara tujuan ekspor utama Indonesia untuk produk ini,yaitu Belanda, Inggris, Spanyol dan Italia,” kata Direktur Pengamanan Perdagangan, Pradnyawati selaku pimpinan delegasi Indonesia.

Impor produk non-alloy and other alloy quarto plates dari Indonesia sendiri,menurut Pradnyawati, juga tidak akan merugikan industri domestik Uni Eropa. Menurut data impor Uni Eropa, volume impor produk non-alloy and other alloy quarto plates dari Indonesia mencapai 152 ribu ton atau hanya mewakili pangsa 6 persen dari total volume impor ke Uni Eropa yang mencapai 2,5 juta ton.

Dalam rangkaian hearing yang dilakukan selama tiga hari dan diikuti 121 peserta dari perwakilan Pemerintah dan asosiasi/perusahaan terkait, Kemendag bersama dengan KBRI di Brussels menyatakan Indonesia tidak sepakat dengan hasil analisis Komisi Uni Eropa.

Partisipasi Indonesia pada proses hearing dimaksudkan untuk menyampaikan pandangan Pemerintah dan meminta klarifikasi atas keputusan dimaksud. “Kami berkomitmen menjaga kinerja ekspor produk non-alloy and other alloy quarto plates dari Indonesia ke Uni Eropa, yang berdasarkan data Eurostat, tercatat sebesar EUR 75,50 juta atau setara dengan Rp1,30 triliun di tahun 2017,” katanya.

Komisi Uni Eropa sendiri menyatakan akan mempertimbangkan permintaan dan hal-hal yang menjadi perhatian utama Indonesia. “Kami akan terus memantau perkembangan kasus dan menggalang pembelaan bersama dengan asosiasi dan eksportir untuk memperkuat upaya Indonesia dalam mengecualikan produk non-alloy and other alloy quarto plates dari pengenaan safeguards,” imbuhnya.

Penyelidikan ini sendiri dinilai sebagai reaksi defensif Uni Eropa terhadap potensi ancaman pengalihan impor baja dari AS ke pasar Uni Eropa akibat blokade tarif impor baja AS melalui kebijakan Section 232 of the Trade Expansion Act:of 1962.

Atas hal ini,Pradnyawati menyatakan bahwa kebijakan tarif impor baja dan aluminium AS masih terlalu dini untuk dikatakan sebagai ancaman penyebab peralihan impor dari AS ke Uni Eropa. Sebaliknya,kondisi industri Uni

Eropa justru jauh dari ancaman kerugian yang serius sebagaimana dikhawatirkan.
“Beberapa indikator ekonomi dari produsen di Uni Eropa justru menunjukkan kondisi yang sehat dan memiliki ketahanan industri yang baik, seperti pangsa pasar yang terus dikuasai oleh industri Uni Eropa,serta produksi dan utilitas kapasitas yang meningkat,” pungkas Pradnyawati.

 

(uji/JPC)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *