Kemendagri Akan Panggil Kepala Daerah

JAKARTA – Pemerintah pusat memastikan akan memberikan tindakan tegas kepada kepala daerah yang terus menghambat Program Nasional Imunisasi Massal Measles Rubella (Vaksin MR). Salah satunya dengan memanggil kepala daerah ke pusat.

“Nanti langkah terakhir akan seperti itu. Bisa kita memanggil,” kata Dirjen Bina Pembangunan Daerah (Bangda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Diah Indrajati kepada Jawa Pos, kemarin (16/9). Upaya tersebut, lanjutnya, merupakan bentuk tanggung jawab Kemendagri dalam memberikan pembinaan kepada daerah.

Bacaan Lainnya

Seperti diketahui, dari semua daerah yang digelar vaksinasi, tidak semuanya merespon positif. Pemerintah Provinsi Aceh misalnya, memilih untuk melakukan penundaan untuk memperjalas status hukumnya menyusul adanya kandungan babi dalam vaksin. Pemerintah setempat juga masih mendiskusikan definisi darurat yang menjadi syarat halalnya penggunaan babi.

Diah menilai, untuk kasus seperti Aceh, dia meyakini hanya diperlukan komunikasi lebih intens. Menurutnya, pemda Aceh perlu dijelaskan terkait situasi bahaya yang mengancam anak-anak jika vaksinasi tidak dilakukan. Jika merujuk kondisi yang ada, Diah menilai syarat kedaruratan sudah terpenuhi.

“Tertimoninya sudah banyak,” imbuhnya. Untuk itu, jika terus menolak, pihaknya membuka peluang untuk memanggil Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah.

Alumni California State University Fullerton itu menambahkan, sejumlah kementerian terkait akan melakukan koordinasi di Kantor Kementerian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, besok (18/9). Salah satu isu yang dibahas adalah penanganan terhadap daerah yang penolakannya terhadap program vaksinasi cukup masif.

Terkait potensi pemberian sanksi terhadap kepala daerah yang terus ngeyel, Diah enggan berspekulasi. Dari sisi aturan, hal itu memungkinkan. Sebab di atur pada Undang-undang 23/2014 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah 12/2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan pemda. Di situ disebutkan kepala daerah yang menghambat program nasional bisa disanksi.

Hanya saja, kata dia, peraturan teknisnya di level Peraturan Mendagri (Permendagri) belum ada. Di sisi lain, pemerintah juga berupaya menghindari cara tersebut. Oleh karenanya, pemerintah akan mengutamakan cara-cara persuasif. “Kita sangat menghindari jalan sanksi,” tuturnya.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo juga angkat bicara terkait program vaksinasi. Di sela-sela kunjungan kerjanya ke Sukoharjo Sabtu malam (15/9) lalu, Jokowi menegaskan jika vaksinasi dilakukan untuk kebaikan masyarakat Indonesia di kemudian hari.

“Ini kan untuk kebaikan masyarakat, untuk kebaikan anak-anak kita, untuk kebaikan gerenasi muda ke depan. Ini bukan untuk siapa-siapa,” ujarnya.

Anung Sugihantono, Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes, menuturkam bahwa Propinsi Aceh merupakan satu-satunya propinsi yang cakupan imunisasinya tidak naik sejak awal dicanangkan imunisasi MR awal Agustus lalu. Sejak 2 Agustus cakupan imunisasi MR di Aceh hanya 4,94 persen saja. ”Cakupan Imunisasi MR di Luar Pulau Jawa adalah 47,32 persen. Itu laporan dari 28 Provinsi di luar Jawa-Bali,” ujarnya.

Anung mengaku bahwa pihaknya telah menyiapka vaksin dan perlengkapan serta tenaga medis yang akan melakukan imunisasi di Aceh. Sayangnya tak ada yang datang ke puskesmas maupun posyandu. Pihak Kemenkes tidak bisa door to door untuk melakukan vaksinasi. ”Nanti dianggap pemaksaan kehendak,” ujarnya.

 

(far/lyn)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *