Rafa Jafar, Remaja Penggagas E-Waste Dropbox

Ada berapa ponsel yang kita punya? Tidak sedikit yang punya lebih dari satu. Belum lagi laptop, televisi, dan semua yang menggunakan baterai. Lantas, dikemanakan barang-barang elektronik itu kalau sudah tidak dipakai? Pemikiran itu menggelitik seorang remaja 15 tahun, Rafa Jafar.

NORA SAMPURNA, Jakarta

Berawal dari tugas karya tulis saat duduk di kelas V SD, Rafa melihat fenomena masyarakat yang amat konsumtif dalam penggunaan perangkat elektronik. Rata-rata punya ponsel lebih dari satu. Di Indonesia, salah satu riset menyebutkan, pada Januari 2017 jumlah pengguna ponsel yang terdaftar 371,4 juta. Sedangkan jumlah penduduk Indonesia 262 juta. Artinya, tiap penduduk rata-rata memakai 1,4 ponsel. Riset yang dilakukan Rafa dan tim di Jakarta pun menemukan hasil bahwa dalam satu rumah rata-rata ada 80 peranti elektronik.

Di rumah, dia melihat ponsel sang mama yang sudah rusak diletakkan begitu saja di laci. ”Kalau sudah nggak bisa diperbaiki, terus diapain?” tanya dia. Padahal, barang elektronik yang sudah tak terpakai itu mengandung racun. Rafa mengangkat persoalan tersebut sebagai topik penelitian untuk karya tulis. Dengan didampingi guru, pelajar kelahiran Jakarta, 7 Februari 2003, itu melakukan riset ke produsen elektronik dan perusahaan pengolah limbah industri.

Setelah mempresentasikan karya tulis itu, Rafa makin bersemangat mendalami topik sampah elektronik. Untuk menyebarkan awareness kepada masyarakat, dia menuliskannya dalam buku. Pemilik sapaan RJ itu dibantu sang mama, Faradiba Tenrilemba, dan kakeknya, Muhammad Jafar Hafsah. Hingga lahirlah buku E-Waste: Sampah Elektronik bertepatan dengan ulang tahun ke-12 Rafa pada 7 Februari 2015.

Sambutan terhadap buku itu berdatangan dari banyak pihak. Buku karya RJ memantik kesadaran bahwa sampah elektronik perlu mendapat perhatian. Sebab, dampaknya besar. Selama ini yang jadi concern adalah upaya-upaya untuk mengelola sampah plastik. Komponen sampah elektronik berbeda dari sampah plastik maupun sampah kertas. ”Sampah elektronik merupakan bahan berbahaya dan beracun (B3),” tuturnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *