Wanita Yang Rela Menghabiskan Hidupnya Menjadi Tukang Parkir

SUKABUMI— Tukang parkir umumnya adalah pria. maklum saja, tugasnya menggeser, mengatur dan merapikan motor dan mobil membutuhkan tenaga ekstra. Alhasil sangat jarang ditemui seorang wanita berprofesi menjadi tukang parkir tapi bukan berarti tidak ada tukang parkir wanita.

Sosok wanita ini terbilang tangguh, karena bekerja di bawah terik matahari dan hujan, sambil berteriak-teriak mengarahkan pengemudi, menjadi beberapa alasan pekerjaan ini tidak banyak dilirik kaum hawa. Namun, profesi tersebut telah menjadi sumber penghidupan seorang wanita bernama Sumiati (29) satu-satunya wanita yang menekuni profesi sebagai juru parkir atau tukang parkir di sekitaran Jalan Masjid Agung Kota Sukabumi yang berkerudung dengan khas peluit yang tergantung di lehernya dan menggunakan rompi berwarna putih.

Sumiati mengaku pertama kali menjalani profesi tersebut lantaran terpaksa setelah suaminya pergi meninggalkan seorang diri. Suamiati bukanlah warga asli Sukabumi. Ia adalah warga asli Rangkasbitung, Banten. Kini ia hidup sebatang kara dari pernikahannya dengan sang suami ia tak dikaruniai anak. Ia hidup di rumah yang ia sewa seharga RP150 ribu per bulan. Kehidupan sehari-harinya pun sangat bergantung dengan pemasukan uang yang ia dapat dari menjadi tukang parkir.

“Dulu saya punya suami, kebutuhan juga cukup tercukupi tetapi sekarang saya sudah cerai lalu saya berpikir untuk pergi ke Sukabumi dan saya cukup lama sudah nganggur, saya melihat bapa-bapa yang sedang markirin mobil lalu saya langsung tertarik kebetulan bapa-bapa tersebut menawarkan saya untuk menjaga parkir lalu saya langsung terima,” jelasnya kepada koran ini, kemarin (8/8).

Wanita tangguh ini telah ditinggal oleh kedua orang tua nya saat dia duduk di bangku SMA, Ia pun berhenti sekolah nya dan memilih untuk pergi merantau. Sebenarnya Sumiati masih memiliki kakak di kampungnya tetapi ia menolak tawaran untuk tinggal bersama. Pantang baginya hidup bergantung pada saudaranya. Ia lebih memilih untuk merantau dan bekerja menghasilkan uang sendiri.

“Lebih enak hidup mandiri gak ingin bergantung pada orang lain meski dia kakak kandung saya sendiri tapi saya gak mau merepotkan orang-orang sekitar,” ujar Sumiati.

Separuh pendapatan dari parkir rata-rata RP30 ribu sampai RP50 ribu sehari tetapi belum dipotong untuk setor harian. Sudah setahun jadi tukang parkir, Sumiati menilai mesti sabar sebab tak jarang dipandang hina. Sesekali ia mendapatkan pengemudi mobil yang tidak memberi uang parkir atau ucapan terimakasih dan mengusik martabat kemanusiannya direndahkan ada yang mencelanya lambat saat memarkir dan Sumiati hanya tersenyum.

“Saya memilih pekerjaan ini karena halal sampai mati saya akan bekerja seperti ini meski banyak orang-orang yang bikin hati saya sakit kadang-kadang ada yang membayar pakai uang rusak uangnya dilipat-lipat tahunya sobek tapi saya cukup mengelus dada saja ikhlas gak mau ambil pusing di setiap pekerjaan kan pasti ada tantangan nya,” katanya.

Setahun hidup di jalanan, Sumiati yang kini berusia 29 tahun bersyukur untuk pekerjaan yang ia jalani. Pendapatan dari parkir dari peluh keringatnya sejak pukul 12.00 WIB sampai 22.00 WIB saban hari, Uang dari hasil parkir bisa ia gunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Alhamdulilah masih bisa untuk makan dan setengah nya bisa kasih setoran ke bos, ya walau saya jalan kaki dari kosan sampai kaki saya sakit. Kalau saya naik angkot atau naik ojek uang saya sudah abis dijalan,” terangnya.

Meski sekian banyak yang memandangnya sebelah mata, namun profesi itu tetap dia jalani, hingga selamanya karena Ia tidak ada niatan untuk beralih profesi.

“Mudah-mudahan uang yang saya dapatkan dan kumpulkan bisa membeli rumah sendiri yang kecil untuk sendiri dan bisa naik haji mudah-mudahan cita-cita saya tercapai,” harapnya.

(*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *