Peran dan Fungsi Penyuluh Agama Islam Dalam Rangka Membina Keluarga Sakinah

Keluarga adalah tiang utama dalam masyarakat. Keluarga merupakan sekumpulan individu yang terikat satu sama lain, menciptakan suatu kekerabatan yang paling mendasar. Dalam kaidah sosial, individu merupakan sosok pribadi yang hidup dalam wilayah sempit dan jauh dari sentuhan sosial. Sosok tersebut baru akan sempurna keberadaannya setelah terikat dengan individu lain dalam satu ikatan yang dinamakan pernikahan. Maka, pernikahan adalah salah satu elemen penting dalam menciptakan sebuah masyarakat paling dasar yang disebut keluarga.
Dengan kata lain, pernikahan adalah cara yang harus ditempuh untuk menciptakan sebuah keluarga. Maka, tidak mengherankan jika Islam menaruh perhatian besar pada masalah pernikahan. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Saw., yaitu:
“Jika seseorang menikah, dia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya bertakwalah kepada Allah pada separuh yang lainnya” (HR. Al-Baihaqi).
Oleh sebab itu, kehidupan berkeluarga adalah harapan dan niat yang wajar dan sehat dari setiap pasangan muda-mudi dalam fase pertumbuhannya. Pengalaman dalam kehidupan menunjukkan bahwa membangun keluarga memang mudah, namun memelihara dan membina keluarga hingga mencapai taraf kebahagiaan dan kesejahteraan yang didambakan oleh setiap pasangan suami istri tergantung pada kedua belah pihak. Keluarga yang bisa mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan itu yang disebut dengan Keluarga Sakinah. Oleh sebab itu, seorang calon mempelai harus mempersiapkan dengan baik, diantaranya dengan konseling perkawinan. Konseling perkawinan merupakan sebuah upaya dalam membantu pasangan calon suami istri yang dilakukan oleh konselor profesional sehingga mereka dapat berkembang dan mampu memecahkan masalah dengan cara saling menghargai, toleransi, dan komunikasi yang penuh pengertian, sehingga tercapai motivasi berkeluarga, perkembangan kemandirian dan kesejahteraan seluruh anggota keluarga.
Fenomena tersebut dapat kita temukan pada lingkungan Kantor Urusan Agama (KUA). KUA merupakan salah satu lembaga pemerintah dan berada dibawah naungan Kementrian Agama. Lembaga tersebut melayani semua umat Islam untuk melakukan pernikahan secara sah dengan cara mencatatkan pernikahan yang dilakukan orang yang bersangkutan. Di KUA juga terdapat Penyuluh Agama Islam yang bertugas memberikan penerangan seputar bimbingan pernikahan. Dalam lembaga tersebut penyuluh Agama Islam memberikan bimbingan pernikahan dan memberikan pembinaan terhadap pasangan calon suami istri yang hendak menikah.
Penyuluh Agama Islam yang berkaitan dengan keluarga sakinah adalah seorang individu yang memberikan bantuan kepada seseorang atau kelompok orang yang sedang mengalami kesulitan lahir batin dalam menjalankan tugas-tugas hidupnya dengan menggunakan pendekatan agama, yakni dengan membangkitkan kekuatan getaran batin (iman) di dalam dirinya untuk mendorognnya mengatasi masalah yang dihadapainya khususnya pasangan calon suami istri untuk membentuk keluarga sakinah.
Untuk mencapi target-target ideal yang harus menjadi bagian tugas dan tanggungjawab penyuluh dalam rangk membina keluarga sakinah adalah:
Pertama, penyuluh sebagai juru penerang (mubayyin) dan pemberi petunjuk ke arah kebenaran. Perlu diketahui, bahwa manusia lahir dengan membawa thabiat (watak) yang berbeda. Misalnya jiwa tersebut berupa jiwa pada anak atau hati sanubari yang dapat mengantarkan untuk sampai pada ma’rifatullah. Sebelum menginjak usia baligh, anak belum bisa membedakan antara iman dan kufur. Kehadiran seorang pembimbing di sekitar mereka merupakan langkah epektif untuk memerangi tingkatan dasar mereka akan pengetahuan agama. Motivasi seorang pembimbing sekaligus juru penerang dalam memfilterisasikan pemahaman agama terhadap anak merupakan aspek-aspek efektif bagi penunjang mutu keagamaan ini. Oleh sebab itu, penyuluh agama Islam dalam realitasnya di masyarakat mengambil bagian ini untuk dijalankan.
Kedua, juru pengingat (mudzakkir). Masyarakat dengan beragam pengetahuan mereka akan ajaran agama darinya dapat menciptakan pula pemahaman yang berbeda. Timbulnya kenyatan ini tentunya harus memerlukan penanganan bimbingan dan penyuluhan yang Islami. Mengarahkan masyarakat dan membimbing mereka merupaka kewajiban yang harus dilakukan oleh individu yang lebih berkompetensi di atas pengetahuan yang mereka miliki. Berdasarkan hal tersebut, kedudukan penyuluh sebagai juru pengingat (mudzakkir) sangat berperan sekali untuk menduduki serta berperan aktif bagi pendalaman mutu keagamaan pada setiap individu maupun masyarakat.
Ketiga, juru penghibur (mubasysyir) hati yang duka. Karena struktur kepribadian adalah fitrah. Sedangkan struktur fitrah menurut Ramayulis memiliki tiga dimensi kepribadian (1) dimensi fisik yang disebut dengan fitrah jasmani, (2) dimensi psikis yang disebut dengan fitrah rohani (3) dimensi psikologis yang disebut fitrah nafsani. Ketiga dimensi tersebut memiliki korelasi yang sangat erat antara yang satu dengan yang lainnya. Untuk menghidupkan ketiganya dalam bingkai sempurna, maka perlu menjaganya dengan mengetuk hati setiap pelaku nili-nilai hakiki yang telah mereka berikan bagi keberlangsungan semua entitas tersebut. Untuk itu, kehadiran Penyuluh Agama Islam sebagai seorang mubasysyir harus menciptakan semua individu Muslim yang memiliki karakter ideal, seperti karakter kepribadian rabbani, qur’ani, mujahid dan shabir.
Keempat, juru penyampai (muballigh) penyampai pesan-pesan keagamaan. Posisi ini merupakan bagian dari dari posisi seorang mubaligh yang menyampaikan semua pesan-pesan keagamaannya dengan menciptakan suatu kuota masyakat yang berjalan di jalan-Nya, beribadah kepada-Nya, dan mentaati semua perintah-Nya. Dalam hal ini Penyuluh Agama Islam berkepentingan untuk menyampaikan dan menyiarkan ajakan ke jalan Allah untuk mengahasilkan mutu keagamaan masyarakat yang ideal.
Semoga dengan adanya peran dan fungsi penyuluh diatas, dapat terbentuk keluarga sakinah yang didambakan oleh setiap orang. Pengalaman dalam kehidupan menunjukkan bahwa membangun keluarga itu mudah, tetapi memelihara dan membina keluarga hingga mencapai taraf kebahagiaan dan kesejahteraan yang selalu didambakan oleh setiap pasangan suami istri sangat sulit.
Semua orang yang sudah berkeluarga mendambakan keluarga sakinah. Pada dasarnya, keluarga sakinah sukar diukur karena merupakan satu perkara yang abstrak dan hanya boleh ditentukan oleh pasangan yang berumah tangga. Diantara ciri-ciri keluarga sakinah adalah:
1.Rumah tangga didirikan berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah
Asas yang paling penting dalam pembentukan sebuah keluarga sakinah ialah rumah tangga yang dibina atas landasan takwa, berpandukan Al-Qur’an dan sunah dan bukannya atas dasar cinta semata. Semata-mata ia menjadi panduan kepada suami istri sekiranya menghadapi perbagai masalah yang akan timbul dalam kehidupan berumah tangga.
2.Rumah tangga berlandaskan kasih sayang (mawaddah wa rahmah)
Tanpa kasih (al-Mawahdah) dan sayang (al-Rahmah), masyarakat tidak akan dapat hidup dengan tenang dan aman terutamanya dalam institusi kekeluargaan. Dua perkara ini sangat diperlukan karena sifat kasih sayang yang wujud dalam sebuah rumah tangga dapat melahirkan sebuah masyarakat yang bahagia, saling menghormati, saling mempercayai dan tolong menolong. Tanpa kasih sayang, perkawinan akan hancur, kebahagiaan hanya akan menjadi angan-angan saja.
Dalam membangun suatu rumah tangga, pasangan calon suami istri tidak hanya membutuhkan modal materi. Namun modal pengetahuan, pemahaman agama dan mental/kesadaran sangat menentukan kesiapan pasangan untuk menikah, bahkan peran penyuluh agama Islam cukup signifikan menentukan itu. Keberhasilan penyuluhan dalam hal ini juga dipengaruhi oleh penggunaan metode penyuluhan yang digunakan oleh penyuluh agama Islam itu sendiri.(*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *