JK Tidak Bisa Lagi Maju Cawapres

JAKARTA— Sebagai warga negara, langkah Jusuf Kalla (JK) mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam permohonan uji materiel syarat cawapres yang diajukan oleh Perindo di Mahkamah Konstitusi (MK) sah menurut hukum. Demikian dikatakan Direktur Eksekutif Lembaga Analisa Konstitusi dan Negara (Lasina), Tohadi melalui siaran pers yang diterima redaksi, pagi ini (Senin, 23/7).

Tohadi menyebut, setidaknya ada dua isu hukum yang krusial dalam Pasal 7 UUD 1945 yang akan dipakai MK sebagai alat uji konstitusional terhadap permohonan uji materiel Perindo dan JK terkait masa jabatan Presiden dan Wapres.

Bacaan Lainnya

“Pertama, apakah masa jabatan presiden dan wapres yang dibatasi sampai dua kali itu hanya jika secara berturut-turut. Dan kedua, apakah jabatan yang dibatasi sampai 2 kali masa jabatan itu hanya jabatan Presiden, tapi tidak termasuk Wakil Presiden,” papar pengajar HTHN/HAN pada Prodi Ilmu Hukum Universitas Pamulang (UNPAM), Tangerang Selatan dan President University (PU), Cikarang ini.

Untuk menjawab isu ini, kata Tohadi, harus membaca risalah pembahasan amandemen Pasal 7 UUD 1945. “Sebab dengan membaca dan memahami risalah pembahasan amandemen Pasal 7 UUD 1945 kita akan mengetahui maksud aseli (original intend) dari pembentuk UUD 1945,” terangnya.

Selanjutnya, kata Tohadi, pembahasan mengenai amandemen Pasal 7 UUD 1945 pada Rapat PAH III BP MPR Ke-3, tanggal 9 Oktober 1999 membicarakan dua alternatif rumusan perubahan. Alternatif pertama mengenai masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden di mana prinsipnya dua kali masa jabatan, apakah dua kali berturut-turut atau ada tenggang waktu tetap masuk pengertian dua kali masa jabatan. Alternatif pertama ini hampir disetujui oleh semua fraksi, kecuali Fraksi PDI Perjuangan.

Sedangkan alternatif kedua, kalau sudah dua kali berturut-turut, tidak boleh lagi dipilih. Akan tetapi kalau ada tenggang waktu tertentu, satu periode misalnya, bisa dipilih lagi. Alternatif kedua ini disetujui oleh F-PDIP. Meskipun kemudian Fraksi PDIP pada akhirnya menyetujui alternatif pertama tersebut. Hasil kesepakatan rumusan alternatif pertama Pasal 7 UUD 1945 ini disampaikan pada Rapat Sidang Umum BP MPR 1999 Ke-3, tanggal 14 Oktober 1999 dan disepakati dalam Rapat Komisi C Ke-2, tanggal 18 Oktober 1999.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *