WPLH PTUN-kan KLHK

PURWAKARTA – Wahana Pemerhati Lingkungan Hidup Republik Indonesia (WPLH RI), PTUN-kan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Kementerian tersebut dianggap tidak cermat dalam penerbitan izin pengelolaan limbah B3 pada sejumlah perusahaan pengolah, pemanfaat, pengumpul dan penimbun limbah bahan beracun dan berbahaya di wilayah Kabupaten Purwakarta. “KLHK harus cermat dalam menerbitkan izin atau SK pengelolaan limbah B3, karena bisa berdampak terhadap pencemaran lingkungan hidup,” ujar Ketua WPLH Teddy M Hartawan kepada awak media, Kamis (12/7).

Menurutnya, selain penerbitan izin pengelolaan limbah B3 PT Win Textile yang dianggap tidak sesuai prosedur. Penerbitan izin pengelolaan limbah B3 PT South Pasifik Viscose (SPV) juga diduga sarat kongkalingkong. “PT SPV yang berlokasi di Desa Cicadas Kecamatan Babakan Cikao. Prosedur memperoleh perizinan pengelolaan limbah B3-nya patut dipertanyakan. SK bernomor: 147/Menlhk/Setjen/PLB.3/3/ 2018, untuk kegiatan pengolahan limbah B3 di PT SPV tersebut ditandatangani per 6 Maret 2018. Bagaimana dengan kejadian-kejadian pencemaran lingkungan yang terjadi sebelumnya,” kata Teddy.

Bacaan Lainnya

WPLH RI mencatat, awal November 2016 lalu, puluhan warga Kampung Ciroyom, Desa Cicadas, Kecamatan Babakancikao harus dilarikan ke Rumah Sakit Siloam karena mengalami gejala keracunan. “Mereka merasa mual, muntah, pusing, dan kejang setelah menghirup gas yang diduga berasal dari instalasi pabrik PT. SPV yang bersebelahan dengan permukiman warga,” tuturnya.

Selain itu, pihaknya juga menduga proses perizinan pengelolaan limbah B3 pada sejumlah perusahaan lain di Kabupaten Purwakarta juga tidak sesuai prosedur. “Satu lagi, penerbitan SK nomor: 474 tahun 2013 tentang izin pengolahan limbah B3 mengunakan boiler pada PT Win Textile dan SK nomor: 181/Menlhk/Setjen/PSBL.3/3/2016 tentang izin pengelohan limbah B3 perusahaa tersebut, diduga terjadi penyimpangan prosedur dan tidak kompentennya KLHK,” demikian Teddy.

Sebelumnya, WPLH juga lapor kepada Polisi. Laporan tersebut terkait perizinan pemanfaatan limbah B3, yang dihasilkan PT SPV. Menurut Teddy SK dari KLHK habis sejak 2016 lalu. Dia melaporkan PT SPV, atas dugaan pemanfaatan limbah B3 berupa sludge tanpa ijin. Terhitung mulai tahun 2016 sampai Maret 2018. Tidak tanggung-tanggung, aktivis lingkungan tersebut menduga perusahaan asing tersebut melanggar sampai lima pasal sekaligus. Mengacu pada pasal yang ada di UU RI tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. “Dugaan pasal 98, 99, 102, 103 dan pasal 113 Jo 116 dan 119 UU RI nomor 32 tahun 2009 tentang PPLH,” kata Teddy.

Teddy mempertanyakan mengenai perizinan pengelolaan limbah B3 di PT SPV yang diduga tidak sesuai dengan prosedur. Pasalnya, perusahaan tersebut diduga memanfaatkan limbah yang seharusnya telah diolah oleh pihak ketiga. Limbah berupa sludge IPAL dari kegiatan yang dilakukan, digunakan sebagai alternatif bahan bakar di boiler oleh pihak perusahaan. “Seperti yang telah dilakukan oleh PT SPV yang berlokasi di Desa Cicadas, Kecamatan Babakan Cikao. Prosedur perizinannya patut dipertanyakan kesesuaiannya,” ujar Teddy.

 

[nie]

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *