Penerimaan Migas Mulai Melejit

JAKARTA – Kenaikan harga minyak dunia telah mendorong realisasi penerimaan negara dari sektor hulu migas pada semester pertama 2018. Capaian penerimaan negara dari hulu migas pun tercatat USD 8,5 miliar. Angka itu lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode tahun lalu sebesar USD 6,48 miliar.

Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi menyebutkan, hingga akhir tahun, penerimaan negara dari sektor hulu migas akan mencapai 120 persen dari target. Pemerintah menargetkan penerimaan negara dari hulu migas dalam APBN 2018 sebesar USD 11,9 miliar. Realisasi penerimaan hulu migas hingga Juni 2018 telah mencapai 71 persen dari target dalam APBN 2018.

Bacaan Lainnya

Pemerintah memproyeksikan penerimaan hulu migas sampai akhir tahun mencapai USD 14,2 miliar atau 20 persen lebih tinggi daripada target yang ditetapkan. Sebab, dalam setahun ini harga minyak dunia memang melonjak signifikan. Harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian crude price (ICP) Juni 2018 ditetapkan USD 70,36 per barel. Angka tersebut jauh lebih tinggi

ketimbang ICP Juni 2017 sebesar USD 43,66 per barel. Asumsi ICP da lam APBN 2018 masih berada di level USD 48 per barel. Sayangnya, capaian penerimaan hulu migas itu tidak sejalan dengan realisasi investasi migas yang masih seret. Hingga Juni 2018, realisasi investasi migas baru mencapai 27 persen dari target USD 14,2 miliar. SKK Migas bahkan memproyeksikan realisasi investasi hulu migas hingga akhir tahun hanya tercapai 78 persen dari target.

’’Lebih karena jadwal beberapa proyek mundur. Terlambat,’’ terangnya.Menurut dia, investasi hulu migas dapat terdongkrak jika ada penemuan cadangan migas dalam jumlah besar. Sebab, investasi migas terbesar adalah saat pembangunan fasilitas produksi baru. Selama 20 tahun terakhir ini, minim penemuan cadangan besar di industri migas tanah air.’’Unfortunately 20 tahun big discovery cuma Masela, Banyu Urip, dan Jangkrik. Kalau giant discovery pasti investasi besar
lagi,’’ ujarnya.

Kendala mundurnya beberapa proyek migas pun disebabkan pendanaan, izin, maupun lahan. Salah satu proyek hulu migas yang harus mundur adalah pengadaan floating production unit milik HCML (Husky-CNOOC Madura Limited) di lapangan MDA dan MPH.’’Mereka investasi dengan cara sewa kapal floating production unit, lalu tender. Tender pertama gagal. Waktu itu saya

pe rintahkan ulang karena ada prosedur salah,’’ jelasnya. Tender pun diulang sehingga proyek berjalan mundur.
Sebelumnya, Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Adiatma Sardjito mengungkapkan bahwa Pertamina mempunyai sejumlah program prioritas di sektor hulu untuk mendongkrak produksi. ’’Di antaranya, mempertahankan produksi migas Blok Mahakam dengan mengembangkan Lapangan Tunu Shallow Phase 4, Handil Phase 5, dan Tambora Phase 5,’’ paparnya.

 

(vir/c14/sof)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *