Tiga Jenazah Teroris Dimakamkan, Keluarga Tak Mau Mengurus

Tiga jenazah teroris dimakamkan Jumat (18/5). Jenazah tersebut adalah Anton Ferdiantono, 47; Sari Puspitarini, 47; dan Hilya Aulia Rahman, 17. Makam khusus jenazah tanpa identitas di Jalan Mayjen Sungkono, Sidoarjo, ramai kemarin sore. Banyak warga yang berkumpul. Mereka penasaran dengan jenazah yang hendak dimakamkan. Di depan makam, terparkir beberapa mobil polisi. Kendaraan taktis milik Brimob Polda Jatim juga ada. Dua petugas berseragam hitam dengan senjata laras panjang siaga di pinggir jalan.

Yang dikebumikan itu adalah tiga mayat yang ditemukan setelah bom meledak di Rusunawa Wonocolo, Taman, pada Minggu (13/5). Anton adalah terduga teroris. Dua jenazah lain merupakan istri dan anak sulungnya. Sari dan Hilya meregang nyawa karena ledakan yang terjadi di kamar nomor 2 lantai 5 blok B. Mereka menempati kamar itu tiga tahun terakhir.

Bacaan Lainnya

Anton dan keluarga sejatinya tercatat sebagai warga Manukan Kulon, Tandes, Surabaya. Namun, warga di sekitar alamat aslinya menolak mereka dimakamkan di sana. Polisi mencari solusi lain.

Opsi pertama, ketiganya dimakamkan di Wonocolo, Taman. Di makam dekat tempat tinggal Anton sejak 2015. Namun, solusi itu juga menemui jalan buntu. Warga tidak menghendaki.

Jalan keluar kedua adalah dikubur di pemakaman milik Pemkab Sidoarjo. Pilihannya, TPU Delta Praloyo dan pemakaman khusus mayat tanpa identitas. “Opsi terakhir jadi pilihan,” tutur Kabid Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinsos Pemkab Sidoarjo.

Dinsos merupakan instansi yang menaungi makam khusus jenazah tanpa identitas. Makam di dekat kantor Dinkes Pemkab Sidoarjo yang masuk wilayah Kelurahan Pucang itu memiliki luas 15 x 70 meter. ”Ada permintaan dari polisi untuk memakamkannya di sini,” terangnya.

Wiyono mengaku dikontak petugas Polsek Taman sekitar pukul 09.00. Begitu mendapat permintaan, pihaknya langsung menyiapkan liang lahad. Namun, lahan yang tersedia ternyata hampir penuh. “Ada satu jenazah dari pemakaman lama yang harus dipindah agar tiga jenazah baru bisa berdekatan,” katanya.

Ketiga jenazah sampai di lokasi pukul 15.30 dengan kawalan ketat polisi. Masing-masing dimasukkan peti putih yang diberi tanda identitas. Peti jenazah Anton dimasukkan ke dalam liang sendiri. Sedangkan istri dan anaknya dikuburkan di satu liang. “Dari pihak keluarga, tidak ada yang datang,” ungkapnya.

Kapolsek Taman AKP Samirin mendatangi pemakaman itu. Namun, polisi dengan tiga balok di pundak tersebut tak mau berkomentar. Kabidhumas Polda Jatim Kombespol Frans Barung Mangera menyebutkan, tidak ada satu pun keluarga yang mau mengakui jasad terduga pelaku. ”Nggak ada yang mau. Makanya diwakilkan ke Polsek Taman,” ungkapnya.

Penyerahan jasad keluarga Anton kepada perwakilan Polsek Taman merupakan buntut panjang tidak diakuinya para terduga pelaku oleh keluarga. Padahal, Kapolda Jatim Irjen Pol Machfud Arifin sudah mengimbau keluarga terduga pelaku untuk mengambil jenazah. ”Memang ada penolakan,” katanya.

Rombongan ambulans pertama sampai di DVI pukul 14.23. Ada empat ambulans yang datang untuk menjemput jenazah dari ruang pendingin. Namun, hanya tiga yang digunakan untuk mengambil jenazah. Masing-masing diangkut satu ambulans. Jenazah Anton dan keluarganya dimasukkan mobil dalam keadaan masih berada di kantong mayat.

Police line diikatkan ke pilar kamar forensik tersebut. Itu dilakukan demi menghalau para awak media mendekat. Dikhawatirkan, kerumunan orang bisa mengganggu kinerja polisi dalam mengangkut jenazah tersebut. Mereka juga dilarang mengambil gambar pengangkutan mayat. Polisi menaruh beberapa ambulans dan mobil patroli di sekeliling ruang pendingin.

Jasad Anton, Sari, dan Hilya awalnya akan dimakamkan di Putat Gede Kamis malam (17/5). Namun, warga menolaknya. Ketua RW 08 Putat Jaya Nanang Sugiharta menyatakan, penolakan tersebut merupakan bentuk protes warga. Sebab, ada salah seorang warga Putat Jaya yang menjadi korban serangan bom di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya. ”Warga keberatan. Salah seorang korbannya ini warga kami,” ujarnya.

Dia lantas menyodorkan fakta bahwa pemakaman di dekat tempat tinggal tujuh pelaku juga dibatalkan. Penyebabnya sama. Warga menolak pemakaman para bomber. ”Warga di sana saja menolak. Apalagi kami,” ujarnya.

Masalah yang sama dihadapi Ketua RT 09, Krukah Selatan, Kukuh Santoso. Dia merupakan ketua RT tempat Tri Murtiono dan keluarganya tinggal. Dia berinisiatif untuk membantu menyelesaikan masalah administrasi yang dihadapi keluarga Tri Murtiono. Termasuk dalam memakamkan jenazah Tri Murtiono, Tri Ernawati, M. Daffa Amin Murdana, dan M. Satria Murdana. ”Saya sudah ditolak beberapa kali,” ucapnya.

Pertama, dia hendak menguburkan empat jenazah tersebut di Dukuh Pakis. Namun, hal itu diprotes warga sekitar. Dia pun memilih Keputih sebagai jujukan kedua. “Itu juga ditolak. Pernah ada ide dibawa ke Trenggalek, kampung halaman salah satu keluarga, tapi ditolak juga,” beber Kukuh.

Dia merasa iba kepada keluarga itu meski perbuatan mereka sangat keji. Kukuh hanya ingin memberi Tri Murtiono pemakaman yang layak. Dia tahu, keluarga Tri Murtiono sudah mengalami guncangan yang cukup hebat. Terlebih, mereka harus memperhatikan Ais yang masih dalam pengawasan polda. ”Jadi, konsentrasinya dipecah, mereka ke Ais, saya stand by di rumah, berusaha, semoga yang Keputih ini bisa,” tuturnya.

Kukuh berharap warga menerima jenazah Tri Murtiono bersama istri dan dua anaknya. Itulah satu-satunya yang bisa dilakukan masyarakat saat ini. Yakni, memaafkan apa yang sudah terjadi. ”Saya mencoba untuk berkoordinasi dengan pihak pemerintah. Saya harus melakukan apa lagi ini,” ujarnya.

(edi/bin/mir/c7/ayi)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *