Kisah Kerajaan Kuta Tanggeuhan Kemuningwangi (4)

CIANJUR – Peninggalan peradaban di masa kerajaan zaman dahulu merupakan suatu aset yang harus dijaga, terlebih itu merupakan suatu harta yang harus dilestarikan karena memiliki makna sejarah di masa saat ini.

Situs kerajaan Kuta Tanggeuhan Kemuningwangi masih menjadi penelusuran tim Greencircle, yang saat ini masih diteliti dan masih dalam tahap eksplorasi. Selama eksplorasi, tim mendapatkan berbagai penemuan mulai dari batu berbentuk tugu kujang, bentengan dengan sepasang telapak kaki hingga batu kursi peristirahatan.

Bacaan Lainnya
Berita Terkait

Selain menemukan beragam bentuk batuan, ditemukan pula cawan kecil yang memiliki ukiran khas dan mengeluarkan wewangian khas. Tak hanya barang peninggalan kerjaan dan bebatuan saja, di sana ditemukan pula keajaiban yang sangat luar biasa yaitu tujuh sumur dan sembilan air terjun yang diyakini sebagai titil nol dari air Ciliwung.

“Disana kami menemukan tujuh sumur serta sembilan air terjun yang kami yakini sebagai titik nol dari air Ciliwung,” ujar Wakil Ketua Greencircle, Ali Usman.

Tentu ini merupakan temuan yang sangat luar biasa, karena air adalah sumber kehidupan yang harus dijaga agar tidak dieksploitasi apalagi ini adalah peninggalan leluhur. Menurut Ali, harta karun yang berharga bukanlah berupa barang akan tetapi sumber air melimpah yang terdapat di area situs kerajaan ini.

Dalam luas wilayah dari kerjaan Kuta Tanggeuhan Kemuningwangi ini belum bisa ia ungkapkan. Pasalnya masih dalam proses eksplorasi dan pemetaan. Dari perhitungan luas hanya baru area pemakaman saja yang terukur, namun itu belum semua. Area pemakaman yang ditemukan memiliki tiga lokasi, lokasi pertama memiliki luas lima hektar, lokasi kedua tiga hektar dan lokasi ketiga sembilan hektar.

Ini akan menjadi penemuan yang harus diketahui berbagai pihak, namun dengan tujuan untuk dipelajari dan dijaga keberadaannya yang nantinya bisa menjadi suatu pengetahuan di masa sekarang dan di masa mendatang.

“Tentu temuan kami ini bukan tanpa tujuan, akan tetapi nantinya harus menjadi suatu cagar budaya yang dijaga dan dipelajari oleh semua kalangan, namun dengan tujuan baik serta dijaga kearifan dari situs kerajaan ini,” tegasnya.
(radar cianjur/hakim)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *