Kisah Kerajaan Kuta Tanggeuhan Kemuningwangi (1)

Sejarah merupakan suatu warisan budaya yang akan menjadi cerita serta warisan secara turun temurun, terutama peninggalan dari kerajaan-kerajaan terdahulu. Mulai dari artefak hingga bangunan-bangunan candi.

Indonesia merupakan negara dengan kerjaan terbesar yang tersebar dari Sabang sampai Marauke, khususnya di tanah Pasundan ini.

Bacaan Lainnya

Malam Jumat pada tanggal 17 April 2017 tepatnya pukul 02.00 WIB dini hari, menjadi malam yang tak diduga-duga oleh Wakil Ketua Green Circle, Ali Usman.

Di kediamannya yang beralamat di Desa Gadog Kecamatan Cipanas, dirinya mendapatkan amanat untuk menelusuri salah satu kerajaan besar yang berada di Batulawang.

Di saat semua orang sedang telelap dalam tidur, justru hal berbeda terjadi pada Ali Usman.

“Malam itu ada yang mengetuk pintu rumah sebanyak tiga kali, dari pertama dan kedua saya bukakan pintu tidak ada orang satu pun,” ujarnya.

Namun alangkah terkejut disaat kali ketiga dirinya membuka pintu, antara sadar dan tidak melihat terlihat orang berkumpul di depan kediamannya sembari salah satu diantaranya yang dinyakini sebagai sesepuh atau pun kerajaan Kuta Tanggeuhan Kemuningwangi menyampaikan amanat penting.

“Beliau menyampaikan amanatnya yaitu ambil oleh mu tongkat kilemo tapi ambil jangan dimana-mana, ambil oleh mu tongkat tersebut di Batulawang, lalu sampaikan kepada seluruh masyarakat bahwa saya ada disitu sebelum telaga bedah dan gunung longsor,” ucapnya seraya menirukan pesan yang diterimanya.

Amanat yang disampaikan tersebut langsung diterimanya sembari menghubungkan dengan kitab dari leluhur yang dimilikinya, dijadikan petunjuk untuk menguak prasasti yang harus dilestarikan. Dirinya berkordinasi langsung dengan Ketua Green Circle, Suherman serta Pendamping Green Circle, Gatut Susanta yang saat itu memiliki kumpulan kitab sejarah leluhur yang sama.

Penelusuran ini dilakukan agar peninggalan sejarah ini tetap terjaga dan tidak sampai rusak terlebih diambil oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab.

Selama satu tahun, ia bersama Suherman membuka jalur peninggalan peradaban dengan beragam upaya, ketiadaan biaya tak menyurutkan dirinya untuk melestarikan budaya.

“Bagaimanapun kita akan berusaha semaksimal mungkin, dari mulai menjual barang yang kita miliki hingga berjualan barang dan bahkan hasil pribadi yang kita dapat dari mengajarkan kebudayaan seperti mengajarkan alat musik tradisional yaitu karinding,” jelasnya.
(hakim/radar cianjur)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *