Keuletan Pasutri Perajin Sangkar Ayam Model Thailand Diminati Luar Pulau hingga Asia Tenggara

———-

Desa Mangli, Kecamatan Pujer, di tempat itulah Kusnadi dan Uswatun tinggal. Menuju desa tersebut, mata rasanya dimanjakan dengan puluhan bunga kertas dan tanaman sayuran yang ada di setiap pekarangan rumah serta bahu jalan.

Desa tersebut memang punya konsep kemandirian dalam hal ketahanan pangan. Di balik itu semua, sumber daya manusia (SDM) warga setempat juga mampu mandiri dan memaksimalkan tanaman bambu yang melimpah. Salah satunya adalah pasangan suami istri Kusnadi dengan Uswatun.

Setiap pembeli sayuran di Desa Mangli yang lewat depan kediaman Kusnadi selalu penasaran dengan anyaman bambu berbentuk bola dengan diameter sekitar 2 meter itu. “Ini sangkar ayam,” ujar Uswatun.
Sangkar ayam itu memang tak seperti sangkar ayam pada umumnya. Lebih besar, lebih kuat, dan lebih rumit konstruksinya. Persamaan sangkar ayam buatan Kusnadi dengan sangkar ayam tradisional hanya pada lubang di bagian atasnya.

Kusnadi hanya tersenyum dan merendah sangkar buatannya itu lain dari pada yang lain. Pria 29 tahun tersebut memang punya keuletan di bidang kerajinan tangan dari bambu. Keinginan memaksimalkan tanaman dengan batang berongga dan beruas-ruas lantaran melimpahnya bambu yang hampir ada di bantaran sungai. “Awalnya buat besek ikan, tapi nggak laku. Karena pembeli tahu sentra besek ikan ini di daerah Wringin dan Pakem,” ungkapnya.

Dia pun tak mau berspekulasi dan yang penting hasil karyanya tersebut laku, sehingga memilih membuat sangkar ayam. “Kalau buat anyaman seperti tempat tisu dan lainnya itu pemasarannya sulit,” terangnya.
Dibantu oleh istrinya, Kusnadi terus memproduksi sangkar ayam dengan desain tradisional. Kusnadi pun ingin sangkar ayamnya punya nilai tawar lebih dan ingin mencontoh sangkar ayam dari berbagai daerah. Namun, setiap berkeliling dari kota ke kota, sangkar ayam hanya begitu-begitu saja.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *