Drama Babi Buta si Gila

AWAN gelap sedang menggelayuti kehidupan beragama bangsa ini. Masyarakat diadu domba lewat serangkaian peristiwa SARA. Simbol dan para pemuka agama diserang secara membabi buta. Para lakon aksi biadab itu berstatus sama; orang gila.

ASEP Maftuh sesekali tersenyum di balik ruang perawatan berjeruji besi, Rumah Sakit Sartika Asih, Jalan Moch Toha, Kota Bandung. Saat disambangi, akhir pekan lalu (17/2), Asep terlihat sehat dan bugar.

Bacaan Lainnya

Kecerian tergambar jelas di wajah warga Cigondewah, Kota Bandung tersebut. Pria berusia 45 tahun itu tak nampak bengis.

Padahal, di awal Februari (1/2), dia tega menyerang ustaz Prawoto secara membabi buta hingga tewas.
Setelah aksi penyerangan itu Asep ditangkap, namun polisi tak kemudian menjebloskannya ke sel tahanan.

Polisi menduga Asep mengidap gangguan jiwa alias gila. Sebab itulah kini Asep menginap bersama dua tahanan lainnya di ruangan berukuran 6×3 meter RS Sartika Asih.

Ruangan itu memang diperuntukan bagi tahanan yang perlu mendapat perawatan medis. Di dalamnya ada tiga kasur, lengkap dengan meja kecil dan satu kamar mandi.

Saat ditemui, ia memakai baju warna abu dan celana pendek motif loreng, duduk di balik pintu sel. Asep terlihat sering memegangi kepala dan tertawa-tawa. Kadang tersenyum.

ASEP Maftuh sesekali tersenyum di balik ruang perawatan berjeruji besi, Rumah Sakit Sartika Asih, Jalan Moch Toha, Kota Bandung.

Di Sabtu sore, pekan kemarin, kebetulan air di kamar mandinya kosong. Ia terdengar berteriak meminta bak air diisi kepada dua petugas polisi yang berjaga. Tak lama berselang, air diisi melalui sebuah selang dari ruangan lain yang jaraknya sekitar 10 meter. “Alhamdulillah tibra (nyenyak), kalau ada kue sama minum,” ucap Asep sambil tertawa saat ditanya kondisinya.

Ya. Pria berkulit gelap itu cukup komunikatif ketika ditanya. Sambil memegang sebatang rokok yang belum tersulut api, ia menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan tim investigasi RBG. Bahkan sesekali menyapaikan pertanyaan balik. “Siapa ngaran (nama)?,” tanya Asep.

Sempat ia menolak ketika dipanggil Asep. Karena ia biasa dengan panggilan Maftuh. Nama Asep merupakan pemberian dari salah seorang ustaz di tempat tinggalnya. Sambil menggaruk rambutnya, Asep mengaku tidak tahu mengapa ia berakhir di ruang perawatan. Jawabannya pun tidak fokus saat ditanya mengenai kasus yang menjeratnya. Ia meracau tak karuan. Sembari sesekali tertawa renyah.

“Teuing atuh poho duei. Jol-jol didieu weh (Nggak tahu kenapa. Tiba-tiba di sini aja),” tutur dia.

Salah seorang perawat yang enggan disebut namanya mengatakan, Asep sejauh ini memang didiagnosa mengalami gangguan jiwa. “Sementara ini masih observasi perilaku. Jadi gangguan kepribadian atau depresi,” jelas dia.

Asep pun sudah mengikuti serangkaian pemeriksaan sejak masuk pada Kamis 8 Februari 2018. “Masih dalam pemeriksaan dokter, belum pasti (hasilnya),” tambah dia.

Seperti diketahui, ustaz Prawoto (40) meninggal usai dianiaya di kediamannya Blok Sawah RT 01/03 Kelurahan Cigondewah Kidul, Kecamatan Bandung Kulon, Kota Bandung, Kamis (1/2) pagi. Korban sempat dilarikan ke Rumah Sakit Santosa, Kopo, Bandung untuk mendapatkan perawatan yang intensif. Namun, nyawanya tidak dapat diselamatkan.

Ustaz Prawoto meninggal akibat dianiaya. (Istimewa)

Maemunah (40), tetangga almarhum ustaz Prawoto mengatakan bahwa penganiayaan yang dilakukan Asep ?terjadi pada sekitar pukul 07.00 WIB, Kamis (1/2). Saat itu, Asep nampak membawa linggis dan menggedor rumah milik Prawoto.

Korban yang ke luar rumah lantas dikejar Asep kemudian dipukul di bagian kepala dengan menggunakan besi hingga akhirnya jatuh, setelah hampir 400 meter lari. Maemunah mengatakan ketika itu warga tak bisa mencegah lantaran saat kejadian hanya ada ibu-ibu yang sedang membeli sarapan. “Saat kejadian nggak ada laki-laki,” ujar dia.

Ditemui terpisah, ?Didin Zaenudin, warga Blok Sawah RT 01/RW 03?, Kelurahan Cigondewah, Kecamatan Bandung Kulon, Kota Bandung?, mengetahui bahwa Asep mengalami gangguan jiwa selama setahun terakhir sejak ditinggal istrinya. Bahkan Asep pernah nekat membakar rumahnya sendiri pada 2017.

“Memang mengkhawatirkan, selain selalu ngamuk, pernah juga mau membakar rumahnya waktu anaknya ada di dalam rumah. Kurang lebih tiga bulan lalu,” kata Didin Zaenudin yang juga kakak ipar Prawoto.

Didin mengatakan, kata warga sekitar, Asep sempat menjalani pengobatan alternatif untuk mengobati stres dan depresinya. Bahkan warga setempat sempat membawa Asep ke Rumah Sakit Jiwa Cisarua. ?”Pernah dibawa ke RSJ tapi kabur, di pengobatan tradisional juga sama kabur juga,” ucap dia.

Kasatreskrim Polrestabes Bandung, AKBP M. Yoris Maulana, mengaku belum bisa menentukan kapan hasil pemeriksaan keluar. Hasil penyidikan sementara, Asep memang mengalami gangguan mental kepribadian. “Nggak ada kendala. Kami menunggu rekomendasi dokternya,” katanya saat dihubungi, Minggu (19/2).

Sebelumnya pada waktu yang berbeda Yoris memberi keterangan terkait gangguan mental Asep. Hal itu berdasarkan hasil pemeriksaan sementara yang dilakukan kepolisian. Tersangka terkadang bisa diajak bicara, namun kadang meracau tak karuan. “Kadang nyambung, kadang nge-hang ngelamun, kadang marah-marah. Tingkah lakunya tidak normal. Minta ketemu sama Jokowi lah, ngelantur,” ucapnya.

Meski belum dipastikan motifnya, namun Yoris menyatakan Asep dikenakan pasal penganiayaan dan pembunuhan. “Kalau nanti harus dirujuk ke RSJ, bisa saja. Nanti bergantung dokternya,” ucapnya.

KH Umar Basri dianiaya saat zikir di masjid (Istimewa)

Kasus penganiayaan Ustaz Prawoto seolah menjadi titik awal rentetan kasus serupa terjadi. Masih di bumi Pasundan, pengasuh Pondok Pesantren Cicalengka KH Umar Basri dianiaya ODGJ saat salat subuh. Beruntung Kiai Umar masih dapat menyelamatkan diri.

Pelaku teror Gereja Lidwina Sleman Yogyakarta , Minggu (11/2/2018).

Kasus selanjutnya yakni penyerangan ke gereja St. Lidwina, Sleman, Jogjakarta, yang melukai empat orang, salah satunya Romo Karl Edmund Preir.

Pelaku diduga orang gila diamankan petugas usai menyerang Pimpinan Ponpes Muhammadiyah, Karangasem, Lamongan Jawa Timur, Minggu (18/2/2018).

Teranyar, Minggu (18/2), seorang tak dikenal menyerang pengasuh pondok Pesantren Karangasem, Paciran, Lamongan, Jawa Timur, KH Hakam Mubarok. Meski tak sampai terluka parah, putra KH Abdurrahman Syamsuri ini sampai jatuh tersungkur karena ulah pelakunya.

KH Hakam Mubarok mengatakan bahwa siang sebelum kejadian dia memang meminta pelaku untuk pindah dari Pendopo Pesantren karena tak ingin makanan yang dibawanya tercecer di sana. “Kan pendopo itu tempatnya orang banyak. Karena ada pemandangan yang kurang bagus, saya minta untuk pindah,” kata Mubarok.

Tapi pelaku yang berpenampilan layaknya orang gila itu tetap bertahan meski Mubarok sempat menarik sarungnya. Tak hanya itu, KH Hakam Mubarok juga sempat membuang makanan korban.
Saat itulah sepertinya pelaku naik pitam dan tiba-tiba berdiri menantang korban. “Ayo saya berani gelut, berani kelahi, gak wedi karo awakmu (Ayo aku berani bertarung, berani berkelahi, tidak takut kepadamu),” tantang pelaku seperti ditirukan Mubarok.

Pria tak dikenal itu juga sempat melayangkan pukulan ke arah Mubarok. Namun pukulan itu rupanya hanya mengenai angin. Melihat pelaku semakin beringas, Mubarok berusaha menghindar dan berlari. “Saya lari, sekitar 300 meter saya terjatuh kehabisan nafas,” papar Mubarok.

Insiden ini menurut Mubarok banyak diketahui masyarakat dan santri. Mengetahui korban jatuh, masyarakat dan para santri menghadang pelaku dan diamankan. Pelaku dibawa kembali ke pendopo dan ditanya.

“Ada yang tanya, siapa yang menyuruh kamu,” kata Mubarok. “Dijawab pelaku sekenanya, Orang Papua,” kata pelaku ditirukan Mubarok. Pelaku akhirnya diserahkan ke Polsek Paciran dan berlanjut dibantar ke Polres Lamongan.

Data yang dihimpun Radar Bogor Grup, peristiwa penganiayaan ulama yang dilakukan ODGJ juga menjadi perbincangan di berbagai daerah di Jawa Barat. Ada sejumlah peristiwa orang gila diamankan karena hendak merangsek ke lingkungan pondok pesantren.

ANTISIPASI: Polres Sukabumi Kota dengan unsur lainnya saat membawa orang gila untuk diamankan dan diobati dalam rangka antisipasi, (6/2).

Peristiwa pertama terjadi di Pondok Pesantren Al-Islamiyah Kelurahan Sudajaya, Kecamatan Baros, Kota Sukabumi pada Senin 5 Februari 2018 lalu.

Kemudian pada Kamis 8 Februari 2018, Ponpes Al-Wardayani, Desa Margaluyu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi yang disambangi orang tak dikenal.

Di hari berikutnya yakni pada 9 Februari 2018, giliran Yayasan Ummul Quro di Kecamatan Cireunghas, Kabupaten Sukabumi diserang teror. Namun, teror kali ini dengan model yang berbeda. Para santri dan masyarakat dikagetkan dengan adanya coretan tanda X di depan dinding rumah Buya H. Shoheh Hasani yang merupakan pengasuh Yayasan Ummul Quro.

SEMPAT DITAHAN: Subarna (40) warga Kampung Cibalagung, Desa Cidahu, Kecamatan Cidahu diamankan Polsek Cicurug karena kedapatan masuk ke lingkungan Ponpes An-Nizhomiyyah Kampung Rawasikin, Desa/Kecamatan Cirucug.

Ada pula peristiwa santri di Ponpes An-Nizhomiyyah Kampung Rawasikin, Desa/Kecamatan Cicurug mengamankan ODGJ yang menyusup ke lingkungan pesantren pada Minggu 11 Februari 2018 sekitar pukul 03.00 WIB dini hari. Pria berambut gondrong itu diamankan santri yang tengah melakukan ronda malam disekitar pesantren. Sontak pria yang diketahui bernama Subarna (40) warga Kampung Cibalagung RT 01/02 Desa/Kecamatan Cidahu digelandang ke Polsek Cicurug.

Peristiwa tersebut ternyata bukan yang terakhir di Sukabumi. Pada 13 Februari 2018, warga Kampung Cipanggulaan RT 1/1, Desa Pondokaso Landeuh, Kecamatan Parungkuda, Kabupaten Sukabumi dibuat kaget dengan kondisi isi masjid Al-Quba yang seperti kapal pecah. Karpet dan Alquran berserakan seperti ada orang yang sengaja melakukannya.(tim)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *