Waspada ‘Virus’ Valentine Day Dikalangan Pelajar

SUKABUMI— Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Sukabumi meminta para guru untuk mengawasi anak didiknya dari virus Valentine Day atau hari kasih sayang yang jatuh pada 14 Februari. Menurut Dudung, Valentine day merupakan sebuah kemasan yang bisa terlihat cantik dan menarik terutama untuk generasi remaja. Padahal didalamnya terdapat dampak lain yang dapat menjebak generasi muda untuk melakukan hal-hal yang jauh dari manfaat. “Valentine day bisa menjadi momen yang disalahgunakan untuk menumpahkan ekspresi kasih sayang yang cenderung lebay dan menabrak etika, agama, dan kebudayaan,” terang Dudung kepada Radar Sukabumi, kemarin (13/2).

Ditambahkan dia, euforia Valentine day dapat menyeret para remaja khususnya kalangan pelajar dan mahasiswa ke dalam ritual kasih sayang yang berujung penyesalan. Misalnya, ekspresi percintaan yang melegalkan prilaku orang dewasa berkaitan dengan motivasi biologis.
“Untuk itu perlu adanya pemberitahuan atau larang kepada setiap sekolah akan dampak yang ditimbulkan,” tegasnya.
Ia menilai, adanya surat edaran dari Disdik Provinsi Jawa Barat berkaitan larangan merayakan Valentine day adalah sebuah kebijakan birokrasi pendidikan yang berpihak pada penyelamatan generasi muda atau pelajar, supaya tidak terjebak budaya liberalis yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.

 

Diungkapkan Dudung, bagi bangsa Indonesia yang mayoritas menganut agama taat, Valentine day adalah silaturahmi setiap hari untuk saling menyayangi dan mengasihi. “Misal sapaan salam setiap kita ketemu dengan sesama adalah ekspresi dan wujud nilai-nilai “Valentine day” yang lebih religis. Jadi Valentine day bagi remaja Indonesia bukan dirayakan setiap tanggal 14 Februari melainkam kebiasaan sehari hari untuk saling menghormati, mengasihi dan toleransi pada sesama.,” terangnya.

Dihadapan anak remaja yang nakal Valentine Day bisa dijadikan modus dalam melakukan hal negatif atas nama hari kasih sayang. Untuk itu orangtua, guru, masyarakat jangan lengah dan selalu waspada pada kebudayaan liberal humanis yang bisa menjadi budaya baru remaja, sehingga menjauh dari nilai-nilai kepribadian bangsa Indonesia.
“Setiap orangtua dan guru agar memberikan pemahaman yang edukatif berekaitan dengan hari kasih sayang. Hari kasih sayang bukan setahun sekali melainkan setiap saat, setiap waktu dan setiap hari untuk saling mengikram atau memuliakan sesama,” pungkasnya. (why)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *