Kenapa Pelaku Pelecehan Solat asal Nagrak Tidak Diproses Hukum?

Reporter : Wahyu Syahidan/Abi Husna

SUKABUMI-Kepala Unit (Kanit) Intel Polsek Nagrak, Aiptu Ibrahim mengatakan, proses hukum terhadap tiga pelaku pelecehan agama atau pelecehan agama asal warga Kampung Darmaga Desa Nagrak Utara Kecamatan Nagrak Kabupaten Sukabumi tidak akan dipidana kalau tidak ada laporan resmi dari masyarakat.

Bacaan Lainnya

“Kami tidak akan memproses mereka ke ranah hukum kalau tidak laporan atau aduan resmi dari masyarakat. Sebab kasus ini menyangkut delik aduan. Kalau tidak ada delik aduan, tidak kami proses secara hukum,”ungkap Aiptu Ibrahim kepada radarsukabumi.com usai mendampingi ketiga pelaku pelecehan solat di Kantor MUI Kabupaten Sukabumi, Selasa (12/12).

Ibrahim mencontohkan dengan kasus pelecehan agama yang pernah menimpa mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Cahya Purnama (Ahok). Ahok diproses hukum karena ada yang mengadukan ada yang melaporkan.

Menurut Ibrahim, setelah diamankan di Polsek Nagrak dan mendapat pengarahan dari MUI Kabupaten Sukabumi. Mereka bertiga akan dikembalikan diserahkan kepada keluarganya.

“Kalau dengan kasus pelecehan agama yang dilakukan tiga orang ini, sepertinya diselesaikan dengan cara musyawarah. Apalagi pihak MUI sudah siap membina secara keyakinan dan pemahaman Islam terhadap mereka bertiga. Mereka bertiga disuruh bertaubat tidak akan mengulangi lagi dan kembali mengucapkan dua kalimat syahadat,”terangnya.

Sumber dari www.hukumonline.com menyebutkan, kasus penghinaan agama di Indonesia masih mengacu kepada UU Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (UU 1/PNPS/1965). Pasal 1 UU 1/PNPS/1965 menyatakan:

“Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan dan mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari pokok-pokok ajaran agama itu.”

Selain itu, UU 1/PNPS/1965 –dalam Pasal 4- juga memasukan pasal baru ke dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yakni, Pasal 156a yang berbunyi:

“Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:

a.Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

b.Dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *