Kekurangan Tenaga Dokter Jadi Pelanggaran HAM di Indonesia

SUKABUMI – Banyaknya warga yang belum mendapatkan jaminan hak hidup sehat merupakan tindak pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang masih terjadi di Indonesia. Kurangnya tenaga dokter spesialis di sebagian besar daerah merupakan pemicu terjadinya pelanggaran HAM tersebut.

Hal ini diungkapkan Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Ribka Tjiptaning menanggapi peringatan Hari HAM sedunia yang jatuh setiap tanggal 10 Desember. “Pelanggaran HAM yang dilakukan negara masih terjadi di beberapa daerah, tapi sudah jauh berkurang dibanding masa orde sebelumnya,” ungkap Tjiptaning dalam rilisnya yang diterima Radar Sukabumi.

Bacaan Lainnya

Dikatakannya, cakupan hak asasi manusia saat ini semakin meluas, seperti diantaranya mengenal hak ekonomi, sosial dan budaya, termasuk hak untuk sehat. Kondisinya masih perlu dibenahi, salah satunya jumlah dokter umum dan spesialis yang hingga kini masih sangat kurang, terutama untuk daerah pelosok. Sejauh ini ketersediaan tenaga dokter hanya terpusat di Pulau Jawa.

“Dampaknya saudara-saudara kita yang bermukim di daerah terpencil, sampai saat ini belum bisa merasakan dengan layak hak untuk sehat,” jelas wakil rakyat dari Dapil Sukabumi ini. Padahal belum lama ini, pemerintah telah menggulirkan program Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS) melalui melalui Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2017.

Tapi nyatanya Indonesia masih tetap kekurangan sekitar 1.921 dokter spesialis empat dasar dan anestesi di seluruh rumah sakit mulai di perbatasan sampai milik perusahaan BUMN.

Lebih ironis lagi, ditengah kekurangan tenaga dokter, baru-baru ini sebanyak 17 dari 24 dokter spesialis yang bekerja RSUD Provinsi Sulawesi Barat menyatakan mengundurkan diri, baik sebagai dokter di rumah sakit milik pemerintah setempat maupun sebagai aparatur sipil negara (ASN).

“Terlepas siapa yang salah, apakah para dokter atau pimpinan manajemen RSUD tersebut. Tetapi kejadian ini telah merugikan warga yang menjadi pasien. Sebab dengan berkurangnya dokter maka rumah sakit itu milik pemerintah itu akan mengalami hambatan dalam melayani warga,” tuturnya.

Atas kondisi itu, Ribka Tjiptaning yang pernah menjabat sebagai Ketua Komisi IX pada priode lalu, mendesak agar Kementerian dan pemerintah daerah bisa menyelesaikan kasus tersebut dengan meningkatkan kontribusinya dalam mendorong kenaikan jumlah dokter spesialis dan umum, baik melalui beasiswa dan program yang lainnya.  Tjiptaning mengatakan semua ini dilakukan agar hak masyarakat dibidang ekonomi, sosial, budaya,  khususnya hak untuk sehat dapat terpenuhi. (Tony)

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *