Klunting Setunggalewu, Gerakan Amal Warga Desa Bulangan, Kecamatan Dukun

Sedekah itu pembuka pintu rezeki dan pencegah musibah. Begitu kuatnya, warga Desa Bulangan, Kecamatan Dukun, meyakini ajaran Islam tersebut. Dengan gerakan sedekah, mereka menyantuni
anak-anak yatim. Namanya, Klunting Setunggalewu.

EKO HENDRI SAIFUL

BANYAK warga yang bertanya-tanya. Mengapa Masbuhin tiba-tiba suka mengumpulkan kaleng susu. Semula ada yang mengira bahwa dia hendak berjualan sesuatu. Ternyata tidak. Belakangan lelaki 38 tahun yang juga menjabat perangkat desa itu tengah merancang gerakan sosial.

Saat ditemui di rumahnya, Masbuhin duduk lesehan di karpet. Tangannya juga tengah memegang kaleng susu. Tulisan dan foto anak-anak tertempel di situ.

’’Masih sederhana. Maklum, desain sendiri,’’ tutur Masbuhin, Minggu (26/11).

Kaleng berdiameter 10 cm itu diputar-putar. Sampai terlihat lusuh. Itulah satu-satunya kaleng yang tersisa di rumah Masbuhin. Yang lain sudah disebar ke rumah-rumah di seluruh Desa Bulangan.

Sejak Juni lalu total ada 460 kaleng. Semua disebar secara gratis begitu saja. Masbuhin berharap penerima kaleng mengisinya dengan uang receh. Cukup Rp 1.000 setiap hari. Kalau tidak mampu, ya terserah berapa saja. Lebih juga boleh.

Warga pun menyambutnya. Bahkan lebih dari yang diharapkan. ’’Program kami memang hanya koin. Namun, ternyata banyak warga yang malah setor uang kertas,’’ tutur Masbuhin, lantas tertawa. Baik Rp 1.000 maupun uang kertas yang lebih besar bukan masalah. Yang penting, warga ikhlas bersedekah.

Dari mana ide Klunting Setunggalewu?
Masbuhin yang juga Kaur Pemerintahaan Desa Bulangan itu bercerita, ide gerakan sosial tersebut muncul tiba-tiba.

Saat itu dia kedatangan seorang teman dari Sukabumi. Dia bercerita soal kegiatan sedekah model kalengan di sana. Ternyata banyak manfaatnya. Selain mampu menolong warga yang tidak mampu, aksi sosial terbukti menguatkan solidaritas masyarakat.

Warga saling menolong. Silaturahmi pun semakin erat. ’’Hasilnya bagus sekali,’’ ungkap Masbuhin meneruskan temannya. Masbuhin tidak bisa tidur.

Ketua unit pengelola zakat, infak, dan sedekah (UPZIS) itu terus memikirkan cerita temannya. Dia lantas berdiskusi dengan perangkat desa yang lain. Setelah itu, mereka sepakat meluncurkannya ke warga Desa Bulangan. Menumbuhkan budaya sedekah, tentu tidak mudah. Lebih-lebih seperti nyelengi pahala setiap hari.

Pada awal-awal gerakan, banyak yang lucu. Dalam seminggu hanya terkumpul uang Rp 3 ribu. Sebab, yang dimasukkan koin Rp 500. Bukan hanya itu. Sebagian warga malah menolak. Mereka mengembalikan kaleng susu tersebut dengan beragam alasan.

Misalnya, sedekah tidak wajib. Jadi, mengapa harus setiap hari mengisi kaleng. Kesannya dipaksa.

Masbuhin dan perangkat desa tidak mempersoalkannya. Klunting Setunggalewu terus bergulir. Manfaat sedekah koin receh semakin terlihat. Gerakan itu berhasil membantu pendidikan anak yatim.

Ada 19 anak kurang beruntung yang pendidikannya terbantu. Mereka diberi uang saku setiap bulan. Kumpulan uang receh itu, lanjut Masbuhin, juga digunakan untuk program wirausaha desa. Warga diberi pelatihan dan pembekalan mengenai cara berwirausaha.

’’Akhirnya mereka sadar. Bahkan sukarela meminta kaleng,’’ ungkap Masbuhin.

Manfaat lainnya? Kekompakan warga semakin kuat. Gerakan koin receh semakin populer di Bulangan. Semua warga menerimanya. Buktinya, hasil sedekah terus bertambah. Koin yang terkumpul bisa mencapai Rp 13 juta setiap bulan.

Bagi Nur Lailatul Qodriyah, manfaat Klunting Setunggalewu sangat terasa. Bocah itu sudah lama tidak punya ayah. Dengan sedekah dari warga, dia mendapat bantuan untuk sekolah.

’’Saya juga diajak belajar amal sejak kecil,’’ tutur bocah 7 tahun tersebut. (c15/roz)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *