Panglima Harus di Luar AD * Bila Ingin TNI Solid

JAKARTA – Menjelang Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo memasuki masa pensiun pada 2018, sejumlah pihak meminta pimpinan pucuk tentara di masa mendatang berasal dari matra yang berbeda.

Di samping itu, Gatot didesak untuk mengundurkan diri lebih awal sebagai militer aktif, karena belakangan ini sikapnya cenderung politis.

Bacaan Lainnya

Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto menuturkan, UU Nomor 34/2004 tentang TNI pada pasal 13 ayat 4 menjelaskan, bahwa jabatan panglima TNI dapat dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari tiap-tiap angkatan, yang sedang, atau pernah menjabat sebagai kepala staf angkatan.

Dengan demikian, ketiga kepala staf yang sedang menjabat saat ini memiliki peluang yang sama untuk menjadi pengganti Gatot Nurmantio untuk jabatan Panglima TNI.

Soleman B. Ponto menegaskan, tidak benar bahwa jabatan panglima TNI hanya dapat diisi oleh perwira tinggi TNI yang pernah menjadi Kepala staf angkatan darat (KSAD).

“Sejak diberlakukan UU TNI, maka tugas ketiga angkatan menjadi sangat jelas.

Tidak ada salah satu angkatan yang dominan,” tegasnya Soleman dalam keterangan tertulisnya yang diterima JawaPos.com, kemarin (3/12).

Jika merujuk pada dua periode sebelumnya, panglima TNI dijabat dari KSAD.

Sebelum Gatot, posisi jabatan tertinggi di kancah militer itu diisi Jenderal TNI Moeldoko yang notabene berasal dari TNI AD.

Dari pola giliran yang sudah terbentuk, sambung Soleman, terlihat bahwa KSAD mendapat giliran kesempatan yang lebih besar daripada KSAU dan KSAL.
Bila mengikuti pola yang telah terbentuk, maka penempatan jenderal Gatot sebagai Panglima TNI menurutnya sudah merusak pola yang telah terbentuk.

Semestinya ketika masa Jenderal Moeldoko pensiun dari Panglima TNI, maka penggantinya harus dari matra TNI AU.

“Tapi kenyatannya diisi dari TNI AD.

Apabila kemudian Jenderal Gatot diganti lagi oleh Kasad, maka pola yang terbentuk menjadi semakin rusak, dan hal ini akan sangat berpengaruh terhadap soliditas TNI,” kritiknya.

Ke depan, sambung purnawirawan TNI AL itu, jenderal yang berpeluang menggantikan Gatot yakni KSAU dan KSAL.

“Bila presiden ingin memperbaiki pola giliran yang sudah terbentuk, maka pilihan akan jatuh kepada KSAU.

Akan tetapi bila presiden ingin mensukseskan Indonesia sebagai poros maritim dunia, maka pilihan akan jatuh kepada KSAL,” tuturnya.

Kendati demikian, kata Solemam, siapa pun nantinya yang akan terpilih semua pihak harus menghormatinya.

“Karena mengangkat Panglima TNI adalah prerogatif presiden,” pungkas mantan Kepala Badan Intelijen Srategis TNI pada 2011-2013 itu.(dna/JPC)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *