Tim Patroli Perbatasan di Tapal Batas Indonesia-Malaysia Berhadapan dengan Hewan Buas, Menjebak Muncikari Malaysia

Akses yang sulit, menembus belantara hutan berbukit, dan ancaman hewan buas jadi makanan sehari-hari Tim Patroli Perbatasan Polri-TNI.

Temuannya beragam, mulai patok batas yang rusak sampai jalur penyelundupan barang dan manusia.

Bacaan Lainnya

ILHAM WANCOKO, Sanggau

TINGGI bukit itu sebenarnya hanya sekitar 100 meter.

Tapi, elevasi atau sudut ketinggiannya yang ekstrem membuatnya tak mudah didaki.

Dibutuhkan 45 menit buat sampai puncak.

Persis di atas bukit itulah pagar kawat pembatas berwarna hijau yang dibangun pemerintah Indonesia berada.

Setinggi 3 meter, sepanjang 200 meter di sisi kiri dan kanan.

Memisahkan Entikong (Indonesia) dengan Tebedu (Malaysia).

Ke sanalah pada Selasa lalu (7/11) Jawa Pos mengikuti Tim Patroli Perbatasan Polsek Entikong yang beranggota sebelas personel itu.

Persisnya ke sayap kiri Pos Lintas Batas Negara (PLNB) yang secara administratif masuk wilayah Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, tersebut.

Hanya menyusurinya beberapa menit, tampak sebuah lubang yang menganga.

Berdiameter 80 sentimeter. Cukup untuk dilewati orang dewasa.

’’Ini jalur penyelundup yang akan menghubungkan dengan Tebedu,’’ kata Kasubsektor Polsek Entikong Ipda Nursalim yang ikut berpatroli.

Lewat ’’jalur tikus’’ seperti itulah barang-barang seperti narkotika, minuman keras, dan rokok tanpa cukai diselundupkan. Bahkan juga dimanfaatkan tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal untuk melintas batas.

Lubang tersebut bukan satu-satunya yang ditemukan tim pada hari itu.

Hanya 50 meter dari sana, kembali ditemukan lubang serupa. Dengan diameter yang kurang lebih sama.
Sama halnya dengan yang pertama, tim langsung menambal kembali lubang tersebut. ’’Narkotika beberapa kali kami temukan di kawasan ini,’’ ungkap Nursalim.

Bukan hanya Polsek Entikong yang rutin melakukan operasi perbatasan tiap 2 atau 3 hari sekali. Polsek Sekayam juga demikian.

Sekayam dan Entikong merupakan dua kecamatan bertetangga yang sama-sama masuk wilayah Sanggau.

Pada Rabu (8/11), patroli perbatasan Polsek Sekayam dilakukan bersamaan dengan Koramil 1203-02 Sekayam. Jawa Pos juga berkesempatan mengikutinya.

Baik di Entikong maupun Sekayam, titik-titik perbatasan itu berada di kawasan yang tak mudah diakses.

Di atas bukit, di tengah rimba, dengan jalanan tanah yang langsung becek atau terendam begitu hujan mengguyur.

Perjalanan patroli Rabu lalu dimulai dari Polsek Sekayam.

Dari sana, tim gabungan meluncur ke sebuah dusun bernama Segumun dengan menggunakan beberapa mobil sekitar pukul 10.00 waktu setempat.

Hujan tengah menguyur kala itu. Dibutuhkan waktu sekitar sejam untuk bisa sampai ke Segumun, dusun terakhir di kawasan Sekayam yang berhadapan dengan Malaysia.

Setelah sampai di dusun, kondisi jalan tanah berbatu memaksa tim beralih kendaraan ke sepeda motor trail.

Di sepanjang perjalanan, tampak hutan rimba yang diselingi kebun sawit. Kondisi jalan naik turun dan becek di beberapa titik.

Tiga puluh menit kemudian, tibalah tim di Pos Polisi Subsektor Segumun, Polres Sanggau. Pos itu berada di sebuah bukit kecil yang dikelilingi kebun sawit.

Tidak tampak adanya tiang listrik di lokasi tersebut.

Memang, jaringan listrik hanya sampai Dusun Segumun.

Begitu berjalan masuk ke pos itu, barulah tampak sebuah tiang panel surya.

Namun, tampak banyak bekas api unggun di sekitar pos polisi tersebut.

’’Saat malam, lampu listrik tenaga matahari itu belum mampu menerangi,’’ ujar salah seorang anggota tim.

Tim patroli perbatasan gabungan lalu berjalan kaki menuju titik patok batas negara.

Setelah beberapa saat hujan, cuaca langsung berubah. Panas terik matahari menyengat.

Tim terus melaju.

Kondisi jalan masih sama, beralas tanah dan becek di mana-mana. Tak berapa lama, tampak sebuah gapura yang bertulisan Republik Indonesia.

Setelah masuk ke rerimbunan pepohonan, barulah terlihat sebuah patok batas setinggi tidak lebih dari 30 cm.

Bertulisan G 365 pada satu sisi, menandakan titik koordinat patok tersebut.

Kapolsek Sekayam AKP Suparwoto menceritakan, sebulan lalu, saat patroli di Sungai Beruang yang jarak tempuhnya 4–5 jam dari lokasi tersebut, ditemukan patok batas negara yang rusak.

’’Mungkin kerusakan patok itu dikarenakan terlindas alat berat,’’ ungkapnya.

Memang, tidak jauh dari patok batas negara itu, terdapat pembangunan parit yang dilakukan pemerintah Malaysia.

Sangat mungkin alat berat yang digunakan di proyek itulah yang melindas patok batas negara tersebut.

’’Patok batas negara yang rusak itu di titik koordinat G 359.

Padahal, seharusnya batas negara itu steril dari pembangunan apa pun,’’ tegas Komandan Koramil Sekayam Mayor (Inf) Arman Sulistiono yang juga mengikuti patroli tersebut.

Tentu, risiko dan bahaya setiap saat juga mengintip para anggota tim patroli perbatasan.

Tim Polsek Entikong, misalnya, beberapa kali harus berhadapan dengan hewan buas.

Salah satunya ular.

’’Terutama kalau patroli hingga tengah hutan,’’ tutur Brigadir Alex yang telah delapan tahun bertugas di Polsek Entikong.

Untuk menggapai PLBN pada Selasa lalu, tim juga harus berjalan memutar.

Sebab, jalan berbatu yang biasa dilewati tertutup air dari rawa di sebelahnya.

Tim pun harus naik melalui jalan setapak yang tertutup rimbunnya semak-semak.

Tapi, semua risiko itu harus diambil karena perbatasan tersebut bukan sekadar persoalan patok, garis, atau pagar.

Ada masalah kedaulatan di sana.

Pada 2011, misalnya, ada kabar pencaplokan Dusun Camar Bulan, Desa Temajuk, Sambas, Kalimantan Barat, oleh Malaysia yang memicu polemik panjang.

Semua yang bertugas di perbatasan tentu tak ingin hal itu terulang.

Belum lagi masalah penyelundupan. Barang maupun orang.

Tim patroli Polsek Entikong mengaku beberapa kali berhasil menggagalkan perdagangan manusia.

Bukan hanya TKI, tapi juga mucikari pekerja seks komersial (PSK) Malaysia.

Alex menceritakan, beberapa tahun lalu pihaknya sempat menjebak muncikari Malaysia.

’’Kami awalnya mengamankan perempuan yang akan dijadikan PSK di Malaysia.

Setelahnya, kami coba hubungi muncikarinya dan bilang ada empat perempuan yang mau bekerja di sana,’’ katanya.

Ternyata, muncikari itu percaya.

Dia pun berencana menjemput empat amoy itu di Entikong.

’’Saat masuk Entikong itulah kami sergap,’’ tuturnya.

Di Sekayam, patroli intensif harus dilakukan karena kerusakan patok berkali-kali terjadi. Terutama di sekitar Sungai Beruang.

“Sebelum menjadi Danramil, saya sudah dengar patok batas itu beberapa kali rusak,’’ papar Arman.

Matahari sudah agak redup saat tim patroli gabungan beranjak turun. Lelah, tentu saja.

Tapi, tugas telah dilaksanakan: memastikan patok-patok tanda kedaulatan negara itu dalam keadaan aman. (*/c5/ttg)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *