Ratusan Pengolah Merkuri ‘Tobat’

PARAKANSALAK – Ratusan pengolah merkuri diempat kecamatan berjanji tidak akan lagi melakukan aktivitasnya. Hal itu setelah Polres Sukabumi memberikan penyuluhan terkait Undang-undang nomor 11 tahun 2017 tentang Pengesahan Konvensi Minamata mengenai Merkuri, jumat(03/11).

Informasi yang dihimpun Radar Sukabumi, Kecamatan Parakansalak, Cidahu, Kalapanunggal dan Kecamatan Bojonggenteng merupakan sentral pengolahan merkuri di Kabupaten Sukabumi sejak beberapa tahun terakhir ini. Berdasarkan data yang ada, pada satu kecamatan ini terdapat tiga puluh pengolah cairan yang berbahan batu sinabar tersebut.

Bacaan Lainnya

Kapolres Sukabumi, AKBP M Syahduddi mengungkapkan, sosialisasi UU nomor 11 tahun 2017 tersebut merupakan tindak lanjut dari hasil rapat koordinasi dengan sejumlah pihak terkait penertiban pengolahan merkuri di wilayah Kabupaten Sukabumi.

“Diketahui empat kecamatan ini banyak masyarakat yang melakukan aktivitas pengolahan merkuri dengan bahan baku yang didatangkan dari daerah luar Sukabumi,” jelasnya kepada Radar Sukabumi, jumat (3/11).

Dengan pendekatan persuasif yang dilakukan jajarannya bersama Muspika, tokoh masyarakat dan tokoh agama akhirnya para pengolah menyadari barang yang diolahnya itu dapat membahayakan kesehatan dan merusak lingkungan.

“Penyerahan alat-alat ini didasari oleh kesadaran yang tinggi dari masyarakat, kami pun tidak akan memproses secara hukum bila semua berkomitmen untuk tidak lagi mengolahnya,” ujarnya.

Pada sosialisasi ini, kepolisian menggandeng Dinas Lingkungan Hidup, DPRD dan Muspika menjelaskan bahaya merkuri terhadap kesehatan, lingkungan dan dampak hukum yang akan ditimbulkan. “Ini baru tahap penyadaran, penyelidikan tetap akan kami lakukan bila masih ada yang membandel. Tapi, Muspika setempat dan tokoh masyarakat menjamin diempat kecamatan ini tidak akan ada lagi aktivitas pengolahan merkuri,” tutup Syahduddi.

DISERAHKAN: Seorang warga saat menyerahkan peralatan pengolah merkuri.

Sementara itu, Lukman Nurhakim (45), seorang pengolah merkuri di Desa Bojongasih, Kecamatan Parakansalak mengaku terpaksa melakukan aktivitas itu karena dituntut kebutuhan ekonomi. “Di sini kan wilayah industri, jadi yang kerja hanya wanita kebanyakannya. Dengan begitu, laki-laki hanya diam saja, sehingga ada peluang pengolahan merkuri langsung dilakukan,” akunya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *