Beban Kecil, Alasan Jadi PKL

CIKOLE – Menjalankan usaha dengan modal terbatas, tanpa membayar sewa atau harus membangun tempat sendiri menjadi pilihan setiap orang yang ingin berwirausaha, khususnya berdagang. Demi mendapat keuntungan besar, tidak sedikit orang memilih menjadi pedagang kaki lima (PKL).

Meski pola berdagang ini terbilang beresiko, terutama dari penindakan penertiban dari petugas Satuan polisi Pamong Praja (Pol PP), namun jumlah PKL tidak pernah surut dan malah tergolong tinggi.

Bacaan Lainnya

Sisi lain mereka yang memilih mengambil kios di kawasan pasar, harus direpotkan dengan beban tanggungan berupa angsuran tiap bulannya. Walaupun kenyamanan dalam menjalankan usaha jauh lebih terasa. Namun kenyamanan itu tidak sepenuhnya berbanding lurus dengan pendapatan yang diraih.

Salah seorang PKL Dheni (34) mengaku keinginan untuk memiliki kios atau toko untuk menjajakan dagangannya merupakan impian setiap pedagang. Namun karena keterbatasan modal, akhirnya Dheni lebih memilih menjadi PKL.

Meski demikian berjualan di bahu jalan dekat, bukanlah jalan buntu bagi kelangsungan usahanya. Dengan menjadi PKL di tempat keramaian, jauh lebib menjanjikan. Selain mudah dijangkau para pembeli, membuka lapak di pinggiran jalan juga tidak menanggung beban untuk membayar sewa tempat seperti kios atau toko.

“Meski suka ada penertiban, tapi jika harus memilih punya kios mending dagang di kaki lima. Toh hasilnya sama saja,” paparnya kepada Radar Sukabumi, kemarin (27/10). Dheni meyakini menjadi PKL adalah langkah terbaik ditengah persaingan usaha terus mengalami perubahan dan memaksa pedagang untuk memberikan harga terjangkau terhadap pembeli.

“Sekarang bandingkan saja, untuk bisa mengunjungi kios atau toko seorang pembeli harus rela masuk ke dalam kawasan pasar. Sementara kita berada di jalan sehingga mudah dijangkau pembeli. Beban kita sedikit, sementara yang memiliki kios besar karena harus bayar sewa,” terangnya.

Sementara itu Liya Hamidah (29) salah seorang pemilik kios disalah satu pasar tradisional di Kota Sukabumi mengatakan beban tanggungan cukup besar untuk sewa kios menyulitkan dirinya mendapat keuntungan.

Bahkan kondisi tersebut akan lebih terasa, jika barang dagangan yang dijajakan sepi peminat. “Normalnya kita setiap bulan mengeluarkan angka Rp5 juta, sementara sudah beberapa bulan terakhir hanya dapat uang Rp2 juta. Kita sulit buat jual barangnya, karena kalah dengan PKL, ” terangnya.

Dikatakan Liya saat ini, hanya bisa berusaha agar setoran bisa berjalan lancar agar usaha yang digelutinya tidak gulung tikar karena sepinya pembeli. “Sambil cari cari, usaha sampingan lain. Pemasaran kita coba gunakan menggunakan online, tapi untuk saat ini hasilnya belum maksimal,” keluhnya.

Sementara itu Kepala Dinas Perhubungan Kota Sukabumi Abdul Rachman mengaku perlu adanya kawasan yang diperuntukan bagi para pedagang kaki lima. Tempat khusus ini sangat dibutuhkan untuk memudahkan dalam melaksanakan penataan wilayah Kota Sukabumi.

“Karena belum tersedianya kawasan khusus, dampaknya sejumlah ruas jalan dimanfaatkan para PKL. Diharapkan pada tahun depan, pusat perdagangan Pasar Pelita sudah bisa digunakan lagi sehingga para PKl bisa dengan mudah ditata,” tuturnya. (Sbh)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *