Jumlah Warga Miskin Berkurang 0,2 Persen.

CIKOLE – Sepanjang tahun 2017 ini angka kemiskinan di Kota Sukabumi mengalami penurunan sebanyak 0,2 persen. Meski tingkat penurunannya belum signifikan, namun angka kemiskinan ini masih dibawah rata-rata angka kemiskinan Provinsi Jawa Barat maupun nasional.

Berdasarkan data statistik Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Kota Sukabumi menunjukan dari keseluruhan jumlah penduduk sebanyak kurang lebih 340 jiwa, sekitar 8,76 persen merupakan warga yang masuk dalam kategori tidak mampu atau miskin.

Bacaan Lainnya

Angka ini jauh lebih rendah sekitar 0,2 persen dibandingkan tahun sebelumnya dengan angka kemiskinan mencapai 8,78 persen. Hasil Pemetaan wilayah diketahui dari tujuh kecamatan yang ada di wilayah Kota Sukabumi, Kecamatan Warudoyong merupakan daerah dengan angka kemiskinan tertinggi.

Kemudian secara berurutan disusul oleh Kecamatan Cikole, Citamiang, Cibereum, Lembursitu, Baros dan terakhir Kecamatan Gunugpuyuh. Salah satu indikator tingginya angka kemiskinan pada satu wilayah tertentu adalah tingkat pendidikan warganya yang mayoritas hanya sampai pada lulusan sekolah dasar.

Wakil Walikota Sukabumi Achmad Fahmi mengatakan penurunan angka kemiskinan ini masih bersifat sementara. Dimungkinkan trend penurunan tersebut akan terus berlanjut hingga beberapa tahun mendatang.

“Meskipun belum sampai satu digit, tapi mudah-mudahan kedepanya bisa terus mengalami penurunan,” ungkap usai mengikuti acara Rapat TKPK, kemarin, (24/10).

Jika mengacu pada program Millenium Development Goals (MDGs) angka kemiskinan saat ini cenderung berpotensi mengalami penurunan secara berangsur hingga 7 persen. Diperkirakan berkurangnya jumlah warga tidak mampu tersebut puncaknya terjadi pada tahun 2018 mendatang.

“Melihat angka inflasi dan kondisi negara saat ini relatifd tidak stabil atau bisa dikatakan tengah dalam kondisi sulit. Tetapi kami berharap target MDGs bisa tercapai sampai diangak 7 persen,” kata Fahmi.

Merosotnya angka kemiskinan di Kota Sukabumi ini, dipengaruhi beberapa faktor terutama dampak adanya interpensi program pemerintah seperti antara lain jaminan sosial, jaminan pemberdayaan dan juga insfratuktur.

Melalui program-program tersebut warga dengan mudah mendapatkan akses layanan kesehatan serta pendidikan melalui Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar.

Sementara pembangunan infrastruktur yang dapat dirasakan langsung oleh warga, salah satunya melalui program bantuan Rumah Tidka Layak Huni (rutilahu).

“Banyaknya interpensi dari pemerintah ini tentu harus dibarengi dengan peningkatan kwalitas prilaku warga, jangan sampai warga mengalami ketergantungan bantuan sehingga hanya senang menerima bantuan saja, ” imbuhnya.

Sebelumnya Anggota DPR RI dari Dapil Sukabumi dr Ribka Tjiptaning menuturkan perlu adanya sinergitas antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat, terutama dalam hal validasi data warga miskin. “Tujuannya agar pemerintah bisa menentukan kemasan program bantuan yang tepat. Selain itu data yang valid juga mempengaruhi pada poenyaluran bantuan yang tepat sasaran,” bebernya. (cr11/t)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *