Melirik Nasib Pengrajin Batu Akik di Kampung Cigagak, Desa Cimerang, Kecamatan Purabaya

Layu Setelah Berkembang, Kini Warga Kembali Kesusahan

Tahun lalu, Kabupaten Sukabumi terkenal aneka macam batu akik.

Bacaan Lainnya

Sejumlah masyarakat pun berlomba-lomba menjajakan dan mengolah batu alam itu, khususnya di Kampung Cigagak, Desa Cimerang, Kecamatan Purabaya.

Ya, secara ekonomi, peningkatan mereka bertambah.

Lalu, bagaimana sekarang kondisi pengrajin batu akik di Kabupaten Sukabumi?

Lupi Pajar Hermawan, Purabaya

PADA masa pergantian rezim Susilo Bambang Yudhoyono kepada Joko Widodo, batu akik memiliki tempat di hati masyarakat seluruh penjuru daerah.

Banyak sejumlah kalangan yang mengunjungi daerah, demi mendapatkan koleksi batu akik, tak terkecuali daerah yang didatanginya adalah Kabupaten Sukabumi.

Untuk Kabupaten Sukabumi, terdapat suatu daerah yang getol memproduksi batu akik. Daerah itu ialah Kampung Cigagak, Desa Cimerang, Kecamatan Purabaya atau sering disebut pusat pembuatan berbagai macam kerajinan batu, termasuk jenis akik.

Di kampung ini, saat musim batu akik, dari setiap rumah terdengar suara bising. Suara itu berasal dari mesin yang digunakan warga untuk mempercantik batu. Gesekan itu terdengar saling bersahutan, bak melodi dengan lagu.

Selama musim ini, masyarakat setempat tidak harus ke luar kampung untuk mendapatkan pekerjaan. Dengan mengolah batu akik, pundi-pundi rupiah datang dengan sendirinya.

“Secara langsung pesanan dari berbagi daerah waktu itu semakin banyak, sehingga nilai ekonomis yang dihasilkan oleh para pengrajin di sini cukup melimpah,” ujar Hamdan Liman (29), salah satu pengrajin.

Di tengah-tengah kegetolan warga, usia batu akik akhirnya meredam. Pemesanan dan pendapatan warga pun akhirnya menurun.

Hal itu karena tak genap berusia dua tahun, secara perlahan para pedagang batu akik mulai mengeluh karena turun drastisnya jumlah penjualan.

Termasuk para pengrajin yang mulai kekurangan jumlah pesanan. Akibatnya, profesi yang sudah dijalani sejak jaman Belanda itu pun mulai kembali ditinggalkan.

“Dulu itu pesanan gosokan bisa sampai ratusan kodi. Tapi sekarang sudah jarang, harganya pun dari per-kodi ratusan ribu menjadi puluhan ribu,”aku Hamdan.

Hamdan menceritakan, karena saking banyak pesanan waktu dulu, tidak ada satu hari pun yang terlewatkan untuk menggosok batu.

Kondisi demikian tidak hanya dirasakannya, seluruh masyarakat di kampungnya mendapatkan manfaat dan keuntungan yang luar biasa saat musim batu akik itu.

“Dari pagi sampai malam waktu itu tidak sepi, suara mesin potong maupun penggosokan saling bersahutan dari rumah ke rumah,” ungkap dia.

Dulu, peningkatan pendapatan masyarakat desa yang dipimpin Endang Setiawan diera batu itu tidak bisa diremehkan. Perputaran rupiah disetiap harinya cukup tinggi, tak heran bila perkembangan ekonomi di kampung ini cukup pesat.

“Ada yang sampai beli mobil, sawah, ngebangun rumah dan yang lainnya. Sayang ramenya gak bisa bertahan lama, dan kini hanya tinggal kenangan,” ucapnya.

Supaya masyarakat tetap berpenghasilan, peranan pemerintah diharapkan dirasakan masyarakat. Dirinya berharap, pemerintah dapat memberikan solusi supaya potensi yang dimiliki Kabupaten Sukabumi itu tidak hilang ditelan zaman.

“Kalau bisa sih pemerintah ngasih pesanan pembuatan batu, sayang memang jika terus sepi begini mungkin tidak ada lagi orang yang mau jadi pengrajin. Semenjak musim batu usai, banyak warga yang nganggur,” imbuhnya. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *